Makalah
DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) Dalam Telaah
Wahyu
(Al-Qur’an dan Hadits) Dan Hukum Islam
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Islam, Sains
Dan Teknologi
Dosen Pembimbing:
M. Mujib
Utsmani, S. Pd.I., M. Pd.I.
Disusun Oleh:
Yuni Kurnia Ningrum
KONSENTRASI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS
DARUL ULUM (UNDAR)
JOMBANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Adalah
al-Qur’an dan hadits yang merupakan refrensi Agama Islam yang agung yang tidak
usang ditelan masa. Keduanya memiliki keterkaitan erat. Sekalipun al-Qur’an
adalah kitab suci, bukan kitab tentang pengetahuan, namun darinya berbagai ilmu
pengetahuan telah dibangun. Dalam al-Qur’an dan hadits, Allah SWT
menyuruh umat manusia untuk menyelidiki dan
merenungkan penciptaan langit, bumi, gunung-gunung, bintang-bintang,
tumbuh-tumbuhan, benih, binatang, pergantian siang dan malam, manusia, hujan
dan berbagai ciptaan lainnya. Dengan mencermati semua ini, manusia akan semakin
menyadari cita seni ciptaan Allah SWT di dunia sekelilingnya, dan pada akhirnya
dapat mengenali Penciptanya, yang telah menciptakan seluruh alam semesta
beserta segala isinya dari ketiadaan. Maka tidak berlebihan jika Mahdi
Ghulsyani menyatakan bahwa al-Qur’an dan
hadits mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan,
serta menempatkan orang-orang yang berpengatahuan pada
derajat yang tinggi.[1]
Ketika sains dan teknologi berkembang pesat, ternyata
hasil dari ilmu pengetahuan tersebut banyak yang telah diinspirasikan atau
dibenarkan oleh Al-qur’an atau hadits. Di antara produk sains dan teknologi
adalah Deoxyribo Nucleic Acid atau yang biasa dikenal dengan DNA.
Menurut sebagian ahli, terdapat ayat al-Qur’an dan hadits
yang telah menyatakan keberadaan DNA, namun para Hukum Islam masih
memperdebatkan keberadaannya jika dijadikan sebagai pembuktian nasab. Padahal,
faktanya masyarkat telah banyak menggunakan DNA untuk mengidentifikasi hubungan
seseorang dengan orang lain dengan memanfaatkan DNA, seperti identifikasi
korban bencana, korban pembunuhan dan lain sebagainya. Begitupun sejatinya
dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk menentukan hubungan darah anak hasil
zina atau anak yang terlahir akibat pemerkosaan.
Oleh karena itu, menurut pemakalah, hal ini sangat
menarik untuk ditelaah dalam bentuk makalah yang berjudul ”DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
Dalam Telaah Wahyu (Al-Qur’an dan Hadits) Dan Hukum Islam”.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah sebagaimana berikut:
1.
Bagaimana
Pengertian DNA?
2.
Adakah wahyu
yang menjelaskan tentang DNA?
3.
Bagiamana DNA
dalam pandangan Hukum Islam?
C.
Tujuan
Dari
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagaimana
berikut:
1.
Untuk
mengetahui pengertian DNA.
2.
Untuk keberadaan
wahyu Allah (al-Qur’an dan hadits) yang menjelaskan tentang DNA.
3.
Untuk
mengetahui pandangan hukum Islam tentang DNA.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Sejarah
Penelitian DNA
DNA
atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang menyimpan semua
informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna
kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue
print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya.
Sehingga dalam tubuh seorang anak, komposisi DNA-nya sama dengan tipe DNA yang
diturunkan dari orang tuanya. Secara bahasa, Deoxrybo Nucleic Acid (DNA)
tersusun dari kata-kata "deocyribosa" yang berarti gula pentosa,[2] "nucleic" yang lebih dikenal dengan
nukleat berasal dari kata "nucleus" yang berarti inti serta
"acid" yang berarti zat asam.[3]
Secara
terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting, yang
membawa keterangan genetik
dari sel khususnya
atau dari makhluk dalam keseluruhannya
dari satu generasi ke generasi berikutnya.[4]
DNA adalah bahan kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi unit
penurunan sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya.
H.
M Nurchalis Bakry berpendapat bahwa di dalam DNA-lah terkandung informasi
keturunan suatu mahluk hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Aisjah Girindra bahwa asam nukleat atau yang
biasa dikenal dengan DNA itu bertugas untuk menyimpan dan mentransfer informasi
genetik, kemudian menerjemahkan informasi ini secara tepat.[5] Adapun
unit terkecil pembawa setiap informasi genetik disebut dengan gen, yang
besarnya sangat berfariasi tergantung dari jenis informasi yang dibawa untuk
mengkode suatu protein.
Dengan
demikian maka dapat diambil pengertian bahwa DNA adalah susunan kimia makro
molekulaer yang terdiri dari tiga macam molekul, yaitu: gula pentosa,
asam pospat, dan
basa nitrogen, yang
sebagian besar terdapat dalam nukleas hidup yang akan
mengatur program keturunan selanjutnya.
Dalam
sejarah genetika sebagai ilmu, relatif hanya baru-baru ini sajalah DNA menjadi
pusat perhatian. Lebih dulu, perhatian dipusatkan pada hereditas, yaitu pada
pola pewarisan sifat-sifat yang ada (mata biru, warna merah bunga, ekor pendek)
dari induk ke keturunannya.[6] Keberadaan DNA
sangatlah erat hubungannya
dengan ilmu dibidang biologi yang sampai sekarang
pengambangannya tetap dilakukan oleh para ahli. Seiring
perkembangannya, saat ini tidak lagi terbatas untuk keperluan dibidang
biologi semata, akan tetapi telah dimanfaatkan oleh keilmuan lain
seperti
perindustrian, pertanian, farmasi, ilmu forensik dan bidang keilmuan
lainnya.
Suatu kemajuan ilmiah yang sangat penting terjadi pada tahun 1869,
ketika Friederich Miescher, seorang ahli kimia berkebangsaan Swiss dapat mengisolir molekul DNA
dari sel spermatozoa dan dari nucleus sel-sel darah
merah burung. Ia mengemukakan
bahwa nucleus
sel tidak terdiri
dari karbohidrat, protein ataupun lemak, melainkan juga terdiri dari zat yang
mempunyai kandungan fosfor yang
sangat tinggi. Oleh karena zat itu terdapat dalam nucleus sel, maka zat itu disebut nuklein dan nama ini kemudian lebih
dikenal dengan asam nuklet dikarenakan asam juga ikut menyusunnya.[7] Asam nukleat ini terdiri dari dua
tipe, yaitu asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid atau disingkat DNA)
dan asam ribonucleat (ribonucleic acid atau
disingkat RNA).
Perkembangan yang
terjadi setelah penelitian yang dilakukan oleh
Meischer tidak langsung mendapat tanggapan yang begitu antusias dari para
ilmuwan lainnya. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Fischer pada tahun 1880
yang mana dalam penelitiannya mengemukakan adanya zat-zat Piramidin
dan Purin di
dalam
asam
nukleat. Hasil
penelitian yang
dikemukakan oleh
Fischer ini
kemudian dikembangkan
kembali oleh Albrech Kossel yang menemukan adanya dua piramidin berupa sitosin dan timin, dan dua
purin yaitu adenin dan
guanin didalam asam nukleat.
Dengan
penemuannya ini, Kossel
memperoleh hadiah Nobel
pada tahun 1910.[8]
Penelitian yang sama juga dikembangkan lagi oleh Levine, seorang ahli biokimia
kelahiran Russia yang menemukan gula lima karbon ribose dan kemudian menemukan gula
deoksiribose di dalam asam nukleat. Ia juga
menyatakan adanya asam pospat
dalam asam nukleat.
Penelitian mengenai DNA ternyata terus berlanjut,
pengembangan selanjutnya dilakukan
oleh Robert Feulgen pada
tahun
1914 yang mengemukakan tes warna yang dilakukannya terhadap DNA yang kemudian penelitiannya ini dikenal di kalangan biologi dengan istilah
reaksi Feulgen. Pada tahun 1944, Avery, MacLeod dan Mc Carthy mengemukakan bahwa DNA mempunyai hubungan
langsung dengan
keturunan.
Meskipun
pada rentang
waktu yang jauh sebelumnya, Mendel (1860)
juga telah mengemukakan bahwa
hereditas
itu
dipindahkan
melalui
sel telur
dan sperma,[9] meskipun
belum
mengemukakan secara langsung bahwa DNA juga ikut dipindahkan melalui dua
bibit penting itu. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Edwin Chargaff pada
tahun 1947 yang mengemukakan bahwa DNA terdiri dari bagian yang sama dari
basa purin dan piramidin serta
adenin dan timin terdapat dalam proporsi yang sama dan
begitu
juga halnya dengan sitosin dan guanin.[10]
Penelitian berikutnya
dilakukan oleh Maurice Wilkins yang
menggunakan difraksi
sinar
X dalam mempelajari
struktur protein
dengan metode kritalografi. Dalam penemuannya mengemukakan bahwa basa-basa
purin dan piramidin
dalam molekul DNA terletak dalam jarak 3,4Å (1 angstrom = 0,001 mikron = 0,000001
mm). Mereka juga mengemukakan bahwa
molekul DNA itu tidak berbentuk sebagai sebuah garis lurus, akan
tetapi berpilin sebagai spiral
dan
setiap 34Å merupakan satu spiral penuh.[11] Berangkat dari penelitian ini,
penemuan yang cukup besar dilanjutkan oleh James Watson yang
berkebangsaan
Amerika dan Francis Crick yang berkebangsaan Inggris menemukan struktur
double helix dari susunan DNA. Keduanya membuat ini berdasarkan hasil foto dengan metode
kristalografi sinar X yang mereka
ambil dari
laboratorium
Maurice Wilkins
yang dibantu oleh Rosalind Franklin.[12] Kebenaran dari teori
double helix yang dikemukakan oleh Watson dan Crick ini diperkuat oleh Kornberg yang membuat molekul DNA dalam system sel bebas. Sebagai bahan
genetik yang lengkap, DNA dipergunakan dalam ilmu kedokteran kehakiman
pada tahun 1960-an sekitar tujuh tahun setelah penemuan Watson dan Crick yang
pertama kali diterapkan di Inggris.[13]
Seiring dengan bergulirnya waktu, perkembangan DNA sebagai suatu
penemuan besar
tidak lagi terbatas hanya sekedar sebagai sebuah pita informasi,
akan
tetapi pada saat ini telah
jauh berkembang dengan sangat pesat.
Penemuan-
penemuan
dari generasi
ke generasi semakin melengkapi dan memberikan manfaat baru. Beberapa hal baru yang menggunakan teknik DNA
antara lain
menyelidiki seorang pelaku tindak kriminal berdasar kecocokan sample DNA yang
ditemukan ditempat terjadinya suatu tindak kejahatan. Teknik ini terutama
sangat membantu
dalam
masalah pembuktian tindak
pidana yang
berupa kekerasan
seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan tindak pidana
lainnya.
Tempat terdapatnya DNA adalah didalam
sel.
Sel
merupakan unit kehidupan yang paling kecil dan tidak dapat dibagi-bagi lagi. Selain itu, sel juga
dianggap sebagai suatu pabrik mikro yang menerima bahan baku berupa asam amino,
karbohidrat, lemak dan mineral untuk kemudian
diproses dan hasilnya
diambil sebagai bahan untuk hidup dan sisanya dibuang. Sel ditemukan sekitar 300 tahun yang lalu
setelah
dibuatnya mikrosof yang pertama.
Pada
intinya setiap makhluk hidup memiliki kandungan DNA. DNA
sendiri terdapat di dalam sel, dimana bagian terbesar dari DNA terdapat didalam nucleus, terutama dalam kromosom.[14] Sebagaimana hasil penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya
oleh Meischer bahwa
banyak
zat
yang ditemukan dalam nucleus sel yang kemudian dinamai dengan nuklein yang
kemudian nama
ini diubah menjadi asam
nukleat.
Asam nukleat terdapat pada hampir
semua sel makhluk hidup yang
berfungsi untuk meyimpan
dan mentransfer informasi genetik, kemudian memberikan informasi secara tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi masing-masing sel. Didalam kromosom inti
sel terdapat DNA yang berbentuk
untaian rangkap atau double helix. Apabila
terjadi pembelahan inti sel, maka kromosom juga membelah dan demikian juga dengan molekul DNA. DNA tidak
hanya terdapat dalam kromosom akan tetapi juga dapat ditemui pada sitoplasma dan mitokondria
akan tetapi dengan kadar yang lebih sedikit dibanding dengan
yang terdapat dalam kromosom.[15]
B.
Struktur Kimia
DNA
DNA merupakan senyawa organik yang memiliki berat molekul (BM)
paling besar dari semua senyawa organik (kurang lebih berjumlah 1 juta) yang ditemukan dalam kromatin
inti sel (>99 %) dan dua
organel sitoplasma (<1%)
mitokondria dan plastid (kloroplas).[16] Dalam keadaan natural DNA terletak
berpasangan yang
mana kedua utas yang berpasangan itu memiliki
ikatan hydrogen lewat basanya dan perpasangan kedua utas tersebut bersifat tetap, di mana
A (adenin)
berpasangan dengan T (timin)
sedangkan G (guanin)
berpasangan
dengan C (citosin).[17]
Asam nukleat tersusun atas nukleotida, yang bila terurai terdiri dari gula, pospat dan basa yang mengandung nitrogen. Karena banyaknya nukleotida yang
menyusun molekul DNA, maka
molekul DNA merupakan suatu polinukleotida. Molekul yang menyusun DNA itu terdiri dari:[18]
a.
Gula pentosa. Molekul Gula yang menyusun DNA adalah sebuah pentose
yaitu deoksribosa.
b.
Asam Pospat.
c.
Basa nitrogen.
Basa nitrogen yang menyusun molekul DNA terdiri atas dua tipe yang dibedakan
menjadi:
1)
Piramidin, basa ini dibedakan lagi menjadi dua
yaitu
sitosin yang dilambangkan
dengan (S) dan timin yang dilambangkan dengan (T).
2)
Purin, basa ini juga dibedakan menjadi dua yaitu yang terdiri dari
adenine dilambangkan
dengan (A) dan guanine yang dilambangkan dengan
(G). Gambar 1.2
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Watson dan Crick pada
tahun 1953 menyimpulkan bahwa
utas double berbentuk spiral adalah bentuk molekul
DNA secara
kebanyakan. Deretan gula deoksribosa
dan pospat
menyusun pita spiral dan merupakan tulang
punggung dari molekul DNA. Berdasarkan model DNA yang
dikemukakan oleh Watson dan Crick, maka satu spiral penuh atau perputaran 360° mengandung 10 basa yang
mana jarak antara satu basa dengan basa lainnya adalah 3,4Å serta lebar molekul DNA sepanjang
double helix adalah tetap yaitu 20Å.[19]
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chargaff,[20] dikemukakan bahwa komposisi DNA berbeda-beda antara
satu spesies dengan spesies lainnya. Dalam DNA
dari spesies apapun, jumlah DNA tidaklah sama akan tetapi hadir dalam
rasio yang
khas. Melalui hidrolisis DNA bahwa pada berbagai makhluk
ternyata banyaknya adenin selalu kira-kira sama dengan banyaknya timin. Dan semikian juga
dengan sitosin dan guanin. Dengan kata lain, dari penelitian Chargaff menyatakan
bahwa perbandingan A /
T dan
G
/ C selalu mendekati satu.[21] (Untuk lebih
jelasnya lihat tabel berikut):
Tabel Komposisi
basa
dalam DNA dari berbagai
organisme[22]
Spesies
|
%
adenine
|
%
guanin
|
%
sitosin
|
%
timin
|
A+G
T+S
|
A+T
G+S
|
I. Virus
Bakteriophag
Vaccinia
II. Bakteri
Eschericia Coli
Diplococcus
III. Fungi
(jamur)
Asperigillus niger Neusospora crassa
IV. Makhluk
tingkat tinggi Jagung
Katak
Manusia
(Homo sapiens)
- hati
- spermatozoa
|
26,0
31,5
26,0
29,8
25,0
23,0
25,6
26,3
23,3
30,5
|
23,8
18,0
24,9
20,5
25,1
27,1
24,5
23,5
19,5
19,9
|
24,3
19,0
25,2
18,0
25,0
26,6
24,6
23,8
19,9
20,6
|
25,8
31,5
21,9
31,6
24,9
23,3
25,3
26,4
30,3
28,6
|
0,99
0,98
1,04
1,02
1,00
1,00
1,00
0,99
0,99
1,02
|
1,08
1,70
1,00
1,59
1,00
0,86
1,04
1,11
1,53
1,47
|
Untuk semua DNA dalam sel yang ada pada makhluk
hidup, keberadaan antara pospat dan
gula adalah sama,
namun hanya jumlah
basa yang membedakan. Keberadaan
DNA berfungsi sebagai pengatur kehidupan sel dalam tubuh melalui
dua proses yaitu
replikasi yang berarti
penggandaan dan transkripsi yang
berarti mencetak. Replikasi
adalah untuk perbiakan
dan pembelahan sementara transkripsi berguna untuk mensintesa protein.[23]
C.
Identifikasi
Dan Akurasi DNA Dalam Pembuktian
Setelah mengetahui sekilas tentang
DNA, selanjutnya adalah bagaimana DNA
itu dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses pembuktian suatu
perkara. Hal yang sangat penting dalam pemecahan kasus dengan barang
bukti DNA adalah penanganan barang bukti DNA secara
tepat. Maksudnya ialah mengidentifikasi, mengoleksi, menyimpan agar tidak terkontaminasi sehingga dapat dihindari tercampurnya DNA tersangka
dengan DNA lain. Untuk menghindari kontaminasi barang
bukti yang mengandung DNA,
National
Institute of Justice punya beberapa prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan
oleh para petugasnya.[24] Di antaranya,
memakai sarung tangan,
memakai peralatan yang berlainan setiap menangani setiap barang bukti yang berbeda, hindari berbicara, bersin, batuk di dekat barang bukti, hindari menyentuh wajah, hidung, mulut saat mengambil sample barang bukti, jaga barang
bukti agar tidak
lembab.
Ilmuwan forensik dapat menggunakan DNA yang terletak dalam sperma,
bercak darah, kulit, ludah atau rambut yang tersisa di tempat kejadian
untuk mengidentifikasi kemungkinan tersangka, sebuah proses
yang
disebut fingerprinting
genetika atau pemrofilan DNA.[25]
Jika jaringan
atau
air
mani cukup tersedia, maka
laboratorium forensik dapat menentukan jenis darah atau jenis
jaringan dengan menggunakan anti
bodi untuk menguji permukaan
sel yang spesifik. Akan tetapi, pengujian seperti ini memerlukan jaringan yang
agak segar dalam jumlah
yang relatif banyak.[26]
Langkah pertama untuk mengidentifikasi
DNA adalah
dengan
cara mengisolasi DNA, dimana
dalam tahapan ini adalah bertujuan untuk menemukan
struktur dan tipe DNA-nya untuk kemudian dicocokan
dengan DNA yang terdapat pada terdakwa yang dianggap
sebagai
pelaku. Dalam identifikasi
DNA juga dikenal dengan metode DNA profiling atau Fingerprinting.[27] Metode ini dinamakan
dengan fingerprinting dikarenakan sebelum ditemukan teknologi DNA, yang dipergunakan sebagai alat identifikasi adalah fingerprint atau sidik jari dari seseorang. Setelah ditemukannya teknologi DNA, maka pengembangan
yang dilakukan serta akurasi dari hasil yang didapatkan setara dengan akurasi
yang ada pada identifikasi
dengan sidik jari.
Apabila sample DNA yang ditemukan di TKP hanya sedikit, maka dapat diatasi dengan
teknik penggandaan DNA atau DNA
Amplification.[28] Dalam teknik penggandaan ini ada dua cara yaitu: pertama dengan
cara penggandaaan
DNA
menjadi banyak hingga berjumlah
puluhan bahkan sampai
ratusan. Sedangkan yang kedua, DNA
suatu gen dapat digandakan tak terbatas jumlahnya dengan
menggunakan
teknik Polymerase
Chain
Reaction
(PCR)
atau
reaksi rantai polymerase. PCR disebut juga "mesin fotokopi" DNA karena reaksi rantai
ini akan menggandakan DNA.[29] Dengan demikian, penyelidik memiliki DNA
yang cukup jumlahnya untuk
dibandingkan dalam suatu tes. Alasannya
karena sedikit sample sehingga DNA yang diisolasi akan
sulit dianalisa
pada southern blot. Karena itulah dilakukan amplifikasi sampai didapat jumlah sample yang cukup
banyak untuk dianalisa.
Dalam keilmuan forensik,
teknik penggandaan yang
dilakukan adalah teknik PCR secara murni. Teknik PCR yang dilakukan oleh pihak laboratorium
forensik atau untuk kepentingan
peradilan, tidak dapat disamakan dengan
istilah DNA recombinant yang juga merupakan bentuk lain dari penggandaan dan
rekombinasi DNA. Teknik PCR yang dilakukan adalah dengan memperbanyak
sample yang ditemukan dilapangan untuk kemudian diteliti dan
diperbanyak
tanpa merubah struktur
yang ada pada sample itu dan sample itu tetap murni
berasal dari temuan
dilapangan.
Pada dasarnya, semua bentuk isolasi DNA
dilakukan dengan cara yang sama yaitu setelah dilakukannya isolasi dan kemudian ditemukan DNA-nya.
Setelah tahapan ini, DNA yang
ditemukan masih belum dapat dijadikan sebagai
suatu bentuk keterangan dikarenakan belum diketahui tipe dari DNA itu.
Proses selanjutnya adalah bagaimana untuk
mengetahui
tipe DNA tersebut.
Langkah selanjutnya adalah dengan cara memasukan sample
DNA
yang telah didapati dari hasil isolasi tersebut kedalam marker atau sebentuk wadah yang kemudian diletakkan alat yang bernama elektroforesis[30] yang
memiliki dua bentuk seperti tissue atau dalam bentuk gel. Dari identifikasi yang
dilakukan dengan menggunakan elektroforesis inilah akan diketahui tipe
DNA tersebut. Seperti yang
telah
digambarkan
diatas, saat sampel DNA
dimasukan kedalam
marker atau elektroforesis tersebut, misalkan pada masing-masing marker itu
diurutkan dalam kelipatan 5 dan berhenti pada angka 60. Setelah sampel DNA
dimasukan, kemudian yang muncul adalah pada angka 35 dan 20, (seperti yang
terlihat pada gambar 1.3 di atas) maka sampel yang dimasukan itu adalah DNA
dengan profile atau tipe
35:20.
Selain
menggunakan PCR dalam
melakukan amplifikasi DNA,
ada metode lain yang dianggap ampuh dalam melakukan analisa yaitu dengan
menggunakan analisis RFLP
dengan Southern Blooting.
Cara ini digunakan untuk pendeteksian kemiripan
dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan sedikit sampel dalam bentuk
darah atau jaringan.[31]
Dengan menggunakan metode ini, probe radio aktif menandai pita elektroforesis
yang mengandung penanda RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
tertentu. Ahli forensik hanya menguji beberapa bagian DNA saja, akan tetapi
dengan jumlah sedikit itu rangkaian ini dapat memberikan sidik jari DNA.[32]
Prosedur
dasar yang dipakai
dalam analisa RFLP
adalah memotong DNA menjadi fragment atau bagian kecil yang
mengandung area VNTR (Variable Number Tandem Repeat), memilih DNA berdasar ukuran
terakhir membandingkan bagian DNA dengan berbagai macam sampel. Metode yang
juga pernah digunakan oleh Alec Jeffreys dari Leicester University, orang
pertama yang mengemukakan teknik DNA Profiling atau Fingerprinting,[33] adalah
dengan menggunakan enzim Restriction Endonuclease. Metode yang dilakukan oleh
Jeffreys adalah dengan memasukan sampel yang telah ada kedalam tempat yang
telah ditentukan dan kemudian dipecah dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Setelah itu bagian-bagian
yang
dipecah tersebut dipisahkan
meggunakan elektroforesis. Setelah itu,
untuk proses akhirnya, hasil pemisahan tersebut diberi label seperti bar code
pada barang- barang di
supermarket.[34]
Permasalahan akan muncul apabila
dalam suatu
tindak kejahatan dilakukan oleh orang yang kembar identik. Dalam hal ini DNA dari kedua orang
ini adalah sama. Hal ini disebabkan bahwa kromosom sel manusia itu terdiri dari
23 pasang atau 46 buah. Yang mana 23 berasal dari sel telur (ibu) dan 23 berasal dari sperma (ayah). Dalam proses kembar identik, pembagian ini bisa terjadi
sama. Apabila terjadi kasus denga pelaku adalah salah
satu dari kembar
identik, maka hasil
tes DNA
yang dilakukan tidak
dapat langsung dijadikan
sebagai barang
bukti dikarenakan perlu penelusuran lebih lanjut. Boleh
jadi penelusuran
dilakukan dengan
bantuan BIN atau Badan
Intelijen Nasional.
Dari
beberapa
cara yang
dikemukakan
diatas,
pada dasarnya hanya berbeda dalam metode akan tetapi hasil yang didapatkan adalah tetap untuk dapat
mengidentifikasi DNA dan memetakan atau menemukan profile DNA atau tipe
dari DNA tersebut yang
kemudian dibuat DNA fingerprint-nya untuk selanjutnya dapat diajukan sebagai alat bukti.
Hasil DNA fingerprint inilah yang diajukan
oleh penyidik sebagai alat bukti untuk kemudian
diajukan dihadapan
sidang pengadilan. Bentuk seperti yang dibuat oleh Jeffreys yang menandainya dengan membuat seperti bar code pada kemasan makanan berguna juga untuk data arsip yang berguna apabila seseorang yang sebelumnya
telah
diidentifikasi tipe DNA-
nya
dan suatu saat dia berbuat tindak kejahatan lagi yang
salah satu alat buktinya berupa
jaringan tubuh, maka pihak
penyidik
akan
langsung dapat mengetahuinya.[35]
Penggunaan tes DNA dalam suatu penyelidikan sudah sering dilakukan baik dalam kasus-kasus pidana maupun perdata
ataupun di luar
hukum seperti dalam mengidentifikasi korban-korban kebakaran korban yang
sudah hangus dan sudah tidak dapat dikenali lagi dapat teridentifikasi melalui tes DNA. Sekarang
ini istilah tes DNA sudah sangat familiar di tengah masyarakat Indonesia. Dari peristiwa bom Bali pada tahun 2002 sampai dengan perstiwa yang menghebohkan masyarakat
Jombang adalah kasus
pembunuhan 11 orang oleh Very Idham
Henniansyah atau
dikenal
dengan nama
Ryan Sang Penjagal. Dari
berbagai kasus ini, terlihat bahwa terdapat
kesulitan dalam mengidentifikasi
identitas korban/mayat secara fisik ataupun biometri, yang disebabkan kondisi tubuh mayat yang telah rusak atau hancur.
Untuk itu, identifikasi
dengan metode tes DNA
menjadi
mencuat.
Bahkan dalam halaman utama salah satu
DNA positif
pastikan tiga korban.[36]
Setelah dilakukan tes
DNA tiga kerangka
yang
saat
itu diragukan
dapat
dipastikan sebagai jasad milik Ariel, Vincent, dan Guntur. Bahkan menurut hasil
tes
DNA tersebut Kadiv Humas Polri Irjen Pol. R. Abubakar Nataprawira
saat itu mengatakan hasil identifikasi DNA 99 persen identik milik tiga orang tersebut.
Selain kasus di atas juga tes DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid digunakan untuk mengetahui
identitas seseorang.
Seperti halnya
yang terjadi
di
Semarang
seseorang
yang bernama
Andaryoko Wisnu Prabu mengaku sebagai sosok Supriyadi pejuang PETA.[37]
Pengakuan tersebut menggemparkan para peneliti sejarah, karena mereka meyakini bahwa Supriyadi sudah meninggal. Berdasarkan pengakuannya ini Andaryoko Wisnu
Prabu ditantang
oleh pihak keluarga
Supriyadi untuk melakukan tes DNA
menyamakan sama atau tidaknya antara
DNA
Andaryoko dengan DNA pihak keluarga
Supriyadi. Hasil dari tes tersebut guna mengetahui kebenaran
pengakuannya.
Menurut Dr.
Herawati Sudoyo,
PhD.
dan Dr.
L. Helena Suryadi, MS. dari
Eijkman Institute for Molekurar Biologi (Lembaga Biologi Molekul Eijkman) hasil dari tes DNA adalah 100% akurat bila dikerjakan dengan benar.[38]
D.
DNA Dalam
Al-Qur’an
Dalam setiap satu kilogram tubuh manusi terdapat
satu trilyun sel. Dan setiap sel dalam tubuh manusia memiliki gen yang sama.
Dan dalam setiap sel pasti memiliki inti sel (nukleus) yang dilapisi
oleh membrane. Gen bertempat pada nukleus. Sel-sel tersebut sejatinya
berasal dari satu buah sel telur yang dibuahi.
[39]
Setiap inti sel mengandung asam deoksiribo-nukleus
atau Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA). DNA terdiri dari dua untai berbentuk
spiral yang dipercaya mengandung semua informasi yang diperlukan untuk
membentuk kehidupan. Hasil penelitian menyatakan bahwa setiap DNA dalam tubuh
manusia memiliki informasi yang sama dengan manusia yang lain.[40]
Singkatnya, DNA yang dekat sepertia antara ayah dan anak atau antara ibu dan
anak pasti memiliki informasi yang sangat dekat dalam DNA masing-masing
keduanya.
Teori
tentang DNA ini menggambarkan bahwa setiap makhluk Allah memiliki keterkaitan
DNA, sebab diciptakan dari satu makhluk yang sama, yaitu Nur Muhammad. Dari Nur
Muhammad inilah alam semesta beserta isinya diciptakan. Manusia pun diciptakan
dari sel Nur Muhammad yang kemudian jadilah Nabi Adam. Dan dari nabi Adam
inilah lahir manusia seluruh alam ini yang berkembang biak dari generasi ke
generasi. Surah an-Nisa’ ayat 1 menjelaskan tentang ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿ النساء : ۱﴾
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa’ : 1)
Manusia
keturunan adam (bani/zurriyat adam) beregenerasi dengan pola pertemuan antara
sel laki-laki dan sel perempuan. Setelah pertemuan ini terjadilah pembuahan
yang kemudia berproses menjadi janin. Pertumbuhan dan perkembangannya
diterangkan dengan sangat jelas di dalam al-Quran. Terdapat beberapa ayat yang
menjelaskan hal ini, dua diantaranya sangat terperinci. Masing-masing surah
al-Mu’minun ayat 12 sampai ayat 14 dan surah al-Hajj ayat 5. Berikut uraian surah
al-Mu’minun ayat 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ﴿١٢﴾ ثُمَّ
جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ﴿١۳﴾ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ
عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا
فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ
اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ﴿١٤﴾
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. al-Mu’minun : 12-14)
Secara
komprehensif, Umar Shihab memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke
dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut:[41]
1.
Fase awal kehidupan manusia berupa tanah.
Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal yaitu manusia adalah
keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah dan sperma atau ovum yang
menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari
tanah,
2.
Saripati makanan yang berasal dari tanah
tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah
nutfah,
3.
Kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan
menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah),
4.
Proses selanjutnya, embrio tersebut berubah
menjadi segumpal daging (mudghah),
5.
Proses ini merupakan kelanjutan dari mudghah.
Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi
tulang belulang (‘idzaam),
6.
Proses penciptaan manusia selanjutnya adalah
menjadi daging (lahmah),
7.
Proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio
sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak, dan
8.
Setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah
bayi tersebut ke atas dunia.
Dari proses penciptaan manusi tersebut jalslah
adanya indikasi replikasi DNA manusia yang menyimpan informasi kehidupan.
Karena manusia diciptakan dari satu sel yang dibuahi yang diistilahkan nuthfah
(sperma). Lalu tersistemasi menjadi bagian-bagian tubuh manusia. Maka antara
bagian tubuh yang satu dengan yang lain memiliki DNA yang memiliki informasi
yang sama. Hal ini juga dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Fushshilat (41) ayat 53:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
(٥٣)
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Ayat ini menjelaskan bahwa dalam tubuh manusia
terdapat informasi-informasi penting terkait dengan kebesaran Allah. DNA adalah
organ yang menyimpan informasi tersebut.
E.
DNA Dalam Hukum
Islam
Dalam hukum Islam atau yang lazim di sebut fiqh, DNA
merupakan problematika hukum kontemporer karena ulama salaf belum pernah
membahas tentang DNA. Pembahasan tentang DNA dalam fiqh biasanya berhubungan
erat dengan status / hubungan nasab anak dengan orang tua yang masuk dalam
beberapa bab fiqh, di antaranya tentang anak hasil zina, anak terlahir akibat
perkosaan, korban-korban pembunuhan atau korban bencana. Perlunya kepastian
hukum yang ini berhubungan dengan hak wali, hak waris dan beberapa hak yang
lainnya, yang sekilas dapat diselesaikan dengan Tes DNA yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti.
Alat bukti adalah alat yang
menjadi pegangan hakim sebagai dasar dalam memutuskan suatu perkara,[42] pembuktian merupakan upaya hukum dengan
menggunakan alat bukti yang
sah
untuk membuktikan kebenaran perkara yang
diajukan ke pengadilan. Dalam penyelesaian perkara di pengadilan tidak bisa diselesaiakan tanpa adanya alat bukti, karena alat bukti merupakan alat yang
digunakan oleh pihak-pihak yang
berperkara untuk meyakinkan hakim dalam
memutuskan perkara. Menurut fuqoha bahwa alat bukti itu ada tujuh macam,
yaitu: Sumpah, Syahadah, Yamin, Nukul, Qosamah, Ilmu pengetahuan hakim, Qarinah.[43]
Dalam kaidah umum yang
dipegang oleh para ulama,
disepakati bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan putusan atau memberi hukuman
kecuali apabila telah ada bukti-bukti yang menetapkan hak.[44] Kaidah umum yang dipakai oleh hampir semua sistem hukum yang ada yang biasanya juga disebut asas legalitas. Kaidah
ini
yang menjadi acuan
utama, agar hak-hak
yang seharusnya menjadi milik seseorang tidak jatuh ke tangan orang
lain. Kaidah ini berlaku dalam hukum yang terkait dengan hak Allah maupun yang menyangkut hak
hamba.
Dalam perkara
apa saja, keberadaan
proses
pembuktian yang pada umumnya berlangsung
di
hadapan hakim dalam persidangan,
menjadi
kunci utama, kepada siapakah hak yang di persengketakan akan diberikan. Salah satu perkara yang
membawa konsekwensi hukum yang
sangat komplek adalah masalah
penentuan nasab.
Pentingnya
penetapan asal usul anak adalah untuk menentukan kedudukan
anak itu sendiri, karena hal ini menyangkut dengan hubungan hukum
lainnya seperti
waris, nafkah
anak
dan lain-lain.
Orang arab zaman
dahulu jika ada
masalah tentang
keraguan nasab/asal usul seseorang,
mereka menggunakan metode qiyâfah[45] yakni penyelidikan menganai siapa bapak seorang anak, yang
dilakuan oleh qâif
(syaman).[46] Hal ini menunjukkan bahwa
pembuktian masalah nasab harus dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya dan
tentunya telah teruji. Selain itu bahwa saksi ahli menjadi dibutuhkan dalam hal
ini.
Selain itu, qarinah dapat dijadikan sebagai
pembuktian dalam hukum Islam. Sebagaiman telah diilustrrasikan Al-Qur'an tentang
penetapan hukum menggunakan alat bukti qarînah:
قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا
إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
(٢٦)وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ
الصَّادِقِينَ (٢٧)فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ
كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ (٢٨)
“26. Yusuf berkata: "Dia menggodaku untuk menundukkan
diriku (kepadanya)", dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan
kesaksiannya: "Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka wanita itu benar dan
Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta. 27. dan jika baju gamisnya koyak di
belakang, Maka wanita Itulah yang dusta, dan Yusuf Termasuk orang-orang yang
benar." 28. Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak
di belakang berkatalah dia: "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah diantara
tipu daya kamu, Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar."
Kejadian antara Yusuf dan Zulaikha ini menjadi salah
satu contoh pembuktian dengan qarinah, di mana baju nabi Yusuf terkoyak di
belakang bukan di depan yang dijadikan sebagai qarinah bahwa yusuf tidak
melakukan kesalahan.[47]
Tes DNA merupakan hasil tes laboratorium yang dilakukan oleh ahli
kedokteran yang memiliki kompetensi dan skill yang tinggi di bidangnya
serta didukung dengan alat yang memadai sehingga tidak semua dokter ataupun
ahli dapat melakukan tes DNA. Hal ini berarti akurasi dan validitas data dapat terjaga
dan
dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan
prosedural.
Pada dasarnya
metode pembuktian dengan menggunakan tes
DNA, melalui prosedur berikut
ini,
pertama mengambil sample yang
didalamnya terdapat kandungan
DNA, kedua mengisolasi DNA
tersebut dan kemudian memisahkan
bagian-bagian
kandungan yang terdapat didalamnnya seperti protein, lemak dan lainnya sehingga dapat ditentukan tipe DNA-nya,
ketiga melakukan analisis
proses laboratorium terhadap DNA dari tersangka atau pihak yang
bersengketa dan keempat
mencocokkan tipe DNA yang diperoleh dari kedua sample tersebut. Setelah
melalui beberapa tahap tersebut maka akan tergambar identitas seseorang
dengan cara
membaca
petunjuk-petunjuk
yang terkandung didalamnya. Gambar hasil
analisis tes
DNA
dalam hal pelacakan asal usul keturunan:[48]
Gambar di atas
menunjukkan
hasil analisis
terhadap penentuan
status anak yang merupakan
anak kandung
dan yang bukan. Gambar
di
atas
menjelaskan bahwa ada 4 (empat)
orang anak, 2 (dua) laki-laki dan 2 (dua) perempuan. Seorang
pasangan suami isteri ingin mengetahui mana yang merupakan
anak kandungnya. Berdasarkan hasil tes DNA dari keempat anak itu bahwa D1 adalah anak perempuan kandungnya dan S1 adalah anak laki-laki kandungnya karena
memiliki kesamaan dengan pihak suami isteri, sedangkan D2
adalah tiri hasil hubungannya dengan laki-laki lain, dan S2 adalah anak orang lain karena kandungan DNA
nya
sama
sekali berbeda dari pasangan suami isteri itu.
Dengan demikian secara medis hasil tes DNA
ini dapat dikatakan cukup
valid. karena, pertama DNA diambil langsung dari tubuh si anak dan dari tubuh orang tuanya, kemudian dicocokkan keduanya, bila ada kesamaan berarti ada
hubungannya dan bilamana tidak ada
kesamaan berarti tidak
ada hubungannya.
dan
kedua kandungan DNA seseorang
berbeda dengan kandungan
DNA orang lain. Berdasarkan analisis identifikasi di atas maka
penggunaan Tes DNA dalam
hal
penentuan atau
pelacakan asal-usul keturunan/nasab
dapat dijadikan bukti primer (utama), artinya dapat berdiri sendiri tanpa
diperkuat
dengan
bukti lainnya. Dengan alasan, DNA langsung diambil dari tubuh anak yang diragukan
atau disengketakan dan unsur yang
terkandung di dalam DNA seseorang berbeda dengan
DNA
orang lain.
Walaupun tes DNA merupakan alat bukti yang keotentikannya lebih kuat
dari pada bukti lainnya, tetapi keabsahan
penggunaanya sebagai bukti dalam hal penentuan adanya hubungan nasab perlu dilihat terlebih dahulu. Jika dalam hal
seorang
pasangan suami isteri ingin mengetahui nasabnya atau kepentingan hak kewarisan maka
hal ini boleh,
karena
dalam hukum Islam
garis
keturunan (nasab) seseorang hanya bisa dibenarkan dan diakui secara
sah
apabila orang tersebut terikat dalam hubungan pernikahan, dengan demikian tes DNA
dalam
menentukan hubungan keturunan bisa dijadikan sebagai bagian yang
mendukung boleh tidaknya
seseorang itu diakui sebagai nasabnya.
Namun dalam penggunaannya sebagai alat bukti masih diperselisihkan para
ulama. Teradapat perbedaan penggunaan tes DNA sebagai alat bukti dalam perkara
perdata dan perkara
pidana.
Dalam
perkara
pidana,
misalnya
pembunuhan, perkosaan (perzinaan) dan kasus lainnya, alat bukti hasil tes DNA tidak dapat dijadikan
sebagai
alat
bukti
utama
dalam memutuskan perkara
dan hanya
berfungsi menjadi alat bukti
sekunder (penguat alat bukti primer) dan tidak dapat berdiri
sendiri.[49] Artinya DNA dapat dijadikan penentu alat bukti
garis biologis, namun dalam hal nasab, DNA tidak dapat merubah ketentuan nasab
sebagaiman telah disabdakan Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Amr bin Ash, beliau mengatakan:
قَضَى
النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ
يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا
يَرِثُ
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan
dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka,
tidak dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya.”[50]
Terkait tentang pembuktian bahwa DNA anak dan orang
tua memiliki informasi yang sama atau identic, terdapat sebuah hadits:
عَنْ
اَبِي هُرَيْرَةَ اَنَّ اَعْرَابِيًّا اَتَى رَسُوْلَ اللهِ ص فَقَالَ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلاَمًا اَسْوَدَ وَ اِنّي
اَنْكَرْتُهُ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ص: هَلْ لَكَ مِنْ اِبِلٍ؟ قَالَ:
نَعَمْ.
قَالَ: مَا اَلْوَانُهَا؟ قَالَ: حُمْرٌ. قَالَ: فَهَلْ فِيْهَا مِنْ اَوْرَقَ؟
قَالَ: نَعَمْ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَاَنَّى هُوَ؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يَا
رَسُوْلَ اللهِ يَكُوْنُ نَزَعَهُ عِرْقٌ لَهُ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ص: وَ
هذَا لَعَلَّهُ يَكُوْنُ نَزَعَهُ عِرْقٌ لَهُ[51].
Dari
Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang ‘Arab gunung datang kepada Rasulullah SAW
dan berkata, “Ya Rasulullah, seungguhnya istriku melahirkan anak laki-laki yang
berkulit hitam, dan saya tidak mengakuinya (sebagai anak saya). Maka Nabi SAW
bertanya kepadanya, “Apakah kamu mempunyai unta?”. Orang laki-laki itu
menjawab, “Ya”. Nabi SAW bertanya lagi, “Apa warnanya?”. Orang laki-laki itu
menjawab “Merah”. Nabi SAW bertanya lagi, “Apakah ada diantaranya yang berwarna
abu-abu?”. Orang laki-laki itu menjawab, “Ya”. Nabi SAW bertanya lagi,
“Bagaimana bisa demikian?”. Orang laki-laki itu menjawab, “Barangkali ya
Rasulullah, karena pengaruh keturunan”. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya,
“Begitu pula anak laki-lakimu, barangkali karena pengaruh keturunan”.
BAB II
PENUTUP
PENUTUP
Dari pembahasan yang
dipaparkan di atas, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan:
1.
Secara terminologi DNA merupakan
persenyawaan kimia yang paling penting,
yang membawa keterangan
genetik dari sel
khususnya atau dari makhluk dalam keseluruhannya dari satu
generasi ke generasi berikutnya yang berfungsi sebagai penyusun gen yang
menjadi unit penurunan sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya. Dan di
dalam DNA-lah terkandung informasi keturunan suatu mahluk hidup yang akan
mengatur program keturunan selanjutnya.
2.
Bahwa terdapat
ayat dan hadits yang menjelaskan tentang DNA. Intisari dari ayat dan hadits
tersebut adalah bahwa manusia diciptakan dari satu sel telur yang berkembang
biak. Dan sel-sel tersebut memiliki informasi tentang kehidupannya karena dalam
tubuh manusia terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah.
3.
Terdapat
beberapa ahli hokum Islam yang mempercayai validitas DNA dijadikan sebagai alat
bukti (qarinah) jika diidentifikasi oleh ahlinya. Selain itu, dalam hal
membuktikan nasab atau hubungan darah, DNA dapat dijadikan sebagai alat bukti,
hanya saja hasilnya tidak dapat merubah ketentuan hukum perzinahan. Artinya,
anak hasil perzinahan maka status nasabnya tetap mengikuti sang ibu tanpa ada
hubungan nasab dengan ayah, tetapi DNA dapat dijadikan bukti ketetapan hubungan
biologis antara anak (hasil zina) dengan ayahnya. Begitupun dapat dijadikan
pembuktian dalam korban bencana, pembunuhan atau masalah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Haryo Sudarmojo, DNA Muhammad, Jogjakarta:
Bunyan, 2013.
Ahmad Fathi Bahansyi, Nasriyatul Isbat fil
Fiqhil Jina’i al-Islâmi., Alih bahasa Usman Hasyim dan Ibnu Rachman,
Yogyakarta: Andi Offset, 1984.
Aisjah Girindra, Biokimia I, Jakarta:
Gramedia Pustaka, 1993.
Andi
Tahir Hamid, Beberapa
Hal Baru Tentang
Peradilan Agama Dan
Bidangnya, Jakarta: sinar Grafika. 1996.
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum
Acara Islam dan hukum Positif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Arum Gayatri, Kamus Kedokteran, Jakarta:
Arcan, 1990.
Bernard Knight, Forensic Pathology, New
York: Oxford University Press, Inc, 1996.
Hasbi ash-Shiddieqy, Peradilan dan Hukum
Acara Islam, Bandung: Al-Ma'arif, t.t.
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari Vol 6,
Beirut: Dar al-Fikr, 1990.
Imam Muslim, Shahih Muslim Vol. 2, Beirut:
Dar al-Fikr, 1990
James D. Watson dkk, DNA Rekombinan, alih bahasa
Wisnu Gunarso, Jakarta: Erlangga, 1988.
L.T.Kirby, DNA Fingerprinting an Introduction,
Canada: Stochton Press, 1990.
Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut
al-Qur’an, Bandung: Penerbit Mizan, 1993.
Mahmoud Syaltout dan M Ali As-Sayis, Perbandingan
Madzhab Dalam Masalah Fiqih, alih bahasa Ismuha, cet. ke-7, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973.
Neil A.Campbell dkk, Biologi, alih bahasa
Rahayu Lestari et.al. Jakarta: Erlangga, 2002.
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara peradilan agama,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Suryo, Genetika Manusia, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1997.
Suryo, Genetika srata I, Yogyakarta:
Gajah Mada Unuversity Press, 2001.
Suryo, Genetika, cet. ke-4, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1992.
Taufiqul Hulam, Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA
Perspektif hukum Islam dan Hukum Positif, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005.
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian
Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penamadani, 2005,.
Ursula Goodenough, Genetics, Third Edition, alih
bahasa Soenartono adisoemarto, Jakarta:
Erlangga, 1988.
Wildan Yatim, Kamus Biologi, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1999.
"Asam Deoksiribonukleat, "http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_Deoksiribonukleat,
akses 25 Desember 2015.
"Mengungkap fakta dengan DNA", http:
//www.kompas.com/kesehatan/index.htm. Akses 25 Desember 2015.
http://www.eijkman.go.id/Layanan/Identifikasi
Jawa Pos, Edisi Rabu 30 Juli 2008.
Kedaulatan
Rakyat,
Edisi 15 Agustus 2008.