Mini Proseding Seminar
Quo Vadis Madrasah Dalam Menyiapkan Sumber Daya Manusia Di Era Tuntutan Global
(Seminar Nasional Dalam Rangka 1 Abad Madrasah PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang pada 28 Mei 2016)
Jika madrasah dikatakan harus mampu bersaing dan berkontribusi dalam sekup internasional, pertanyaannya adalah apa nilai tambah madrasah dan pondok pesantren? Pertanyaan yang dilontarkan Prof. Dr. Abdul Haris, M. SI.
Menurut penulis, Nilai tambah tentunya bukanlah tujuan/orientasi dalam pendidikan pesantren/madrasah, tetapi nilai tambah hanyalah wasilah untuk mencapai tujuan. Ini prinsip penting, sebab lembaga pendidikan madrasah atau pondok pesantren mulai banyak mengalami deorientasi karena menjadikan nilai tambah sebagai tujuan.
Ide penulis ini sejalan dengan Prof Abdul Haris yang menggambarkan bahwa MAK berbeda dengan MA Umum. MAK lebih menyiapkan kader ulama', sementara MA umum lebih menyiapkan sarjana yang memiliki kemampuan khusus layaknya SMU hanya saja ada muatan agama.
Prof Mudjia (Rektor UIN Malang) menyatakan kehadirannya di Madinatu Nahdlotul Ulama' (sebutan prof Mudji untuk pondok tambakberas). Untuk menghadapi globalisasi, perlu:
1. Menguasai bahasa internasional (Inggris-Arab) sebab untuk go internasional perlu bahasa.
2. HAM. Artinya semua alumni pesantren harus tau tentang HAM
3. Demokratisasi. Artinya alumni pesantren harus memiliki sikap demokrasi.
4. IPTEKS. Perkembangan ipteks selama 350 tahun terakhir ini lebih cepat daripada ribuan tahun sejarah manusia sebelumnya.
5. Gender.
6. Teknologi Informasi. Pesatnya teknologi informasi menjadikan ketergantungan pada TI. Ibarat kita menghadiri pertemuan tapi hp tertinggal maka lebih bingung daripada istri tertinggal. Saat ini ada 320juta jiwa penduduk indonesia, semntara jumlah hp yg tersebar 350juta berarti ada 1 orang memiliki lebih dari satu hp.
7. Isu Lokal
8. Penyalahgunaan Obat-obatan.
Spriritualitas tetap menjadi prinsip utama. Agama itu beragam. Misal di Brasil agamanya adalah sepakbola.
Ketika prof mudjia diutus keliling dunia, beliau bertanya pada ulama' rusia, turki, mesir dan islam ASEAN dan lain-lain, jawab mereka "Kami menggantungkan Islam pada Indonesia karena Islam Indonesia menerapkan Islam Ramah". Inilah NU.
Kesimpulan beliau, model pendidikan pesantren tidak perlu dirubah karena pesantren adalah pendidikan hati, bukan pendidikan otak. Nah saat ini mungkin pendidikan otak mulai perlu ditambahkan.
Artinya, spriritualitas itu harus diutamakan di pendidikan pesantren. Penguasaan intelektualitas diberikan sebagai pelengkap, bukan orientasi. Barulah menjadi generasi yang mampu bersaing (ulul albab)
Oleh: Moh. Dliya'ul Chaq