Jangan di Klik

Mutiara Hikam Makam Tajrid dan Makam Sebab

ارادتك التجريد مع إقامة الله إياك في الأسباب من السهوة الخفية، وإرادتك الأسباب مع إقامة الله إياك في التجريد انحطاط عن الهمة العالية - ابن عطاء الله

"Keinginganmu untuk bertajrid (meninggalkan urusan duniawi, hanya beribadah) sementara Allah menempatkanmu dalam posisi asbab (mengikuti proses, menyelenggarakan aktifitas dunia seperti bekerja), termasuk syahwat terselubung. Sebaliknya, keinginanmu menempati asbab sementara Allah menempatkanmu dalam posisi tajrid, adalah penurunan dari cita-cita luhur" - Ibn Athaillah.
Dalam maqolah yg kedua ini, seolah-olah Ibn 'Athoillah hendak menyindir kesalahan kita dalam memahami posisi manusia, sebagai abdullah yang hanya beribadah (tajrid), meninggalkan urusan duniawi atau sebagai khalifah yang harus mengikuti serangkaian proses demi terciptanya keselarasan di muka bumi.
Pada satu kesempatan, mengenai maqolah ini, KH. Imron Jamil menjelaskan, kita jangan sampai terjebak dengan mengkonfrontasi dua pilihan posisi ini, tajrid dan asbab. Kita tidak perlu terjebak dengan mempertanyakan manakah yang lebih utama antara tajrid dan asbab? Karena dua posisi ini merupakan fasilitas yang disediakan Allah yang sama baiknya untuk mendekatkan diri pada-Nya, tentu saja sesuai dengan waktunya dan pada posisi apa Tuhan menempatkan kita.
Sebenarnya, yang hendak dikritik oleh Ibn 'Athoillah dalam maqolah ini adalah munculnya keinginan untuk menempati satu posisi. Keinginan-keinginan inilah yang sering tanpa disadari menjadi tunggangan kepentingan pribadi, sehingga menghilangkan adab tata krama terhadap Tuhan. Munculnya keinginan yang bertolak belakang dengan pilihan yang sudah ditentukan Tuhan, menyebabkan kita terjatuh pada syahwat khofy atau penurunan dari himmah yang luhur. Sebab, bagaimanapun juga, pilihan Tuhan tentu lebih baik dari pada keinginan kita dalam memilih satu posisi tertentu.
Ketika Tuhan menempatkan seseorang pada maqom asbab, yakni mengikuti proses, menjalankan mekanisme duniawi, sementara orang tersebut justru memaksakan diri untuk bertajrid - mengesampingkan urusan duniawi -, maka sebenarnya yang demikian ini termasuk bagian dari syahwat yang terselubung. Mengenai hal ini, KH. Imron Jamil mengilustrasikan, ketika seorang abdi ndalem diberi tugas sang majikan
menggarap sawah, namun ia justru meninggalkannya dengan harapan agar bisa bercengkrama dengan sang majikan, karena anggapan kalau ia bisa bercengkrama dengan sang majikan maka hubungannya dengan majikan akan lebih dekat. Tentu saja keinginannya itu termasuk ke-lancang-an pada majikan.
Sementara itu, ketika Tuhan memposisikan seseorang pada maqom tajrid, meninggalkan urusan duniawi, namun ia malah berkeinginan untuk asbab, bergelut dengan duniawi, maka hal ini menyebabkan ia terperosok dari himmah mulia. Sebagaimana ketika seorang abdi dipanggil sang majikan untuk diajak bercengkrama, tapi ia malah menghindar demi mengerjakan urusan yang sebenarnya tidak perlu ia kerjakan. Tentu saja, ini berarti ia telah menyia-nyiakan kesempatan istimewa untuk berdekatan dengan sang majikan.
Oleh karena itu, keinginan-keinginan yang muncul itu hendaknya direduksi semaksimal mungkin, untuk lebih bisa memahami dimanakah posisi kita, lantas menjalankan tugas-tugas yang menjadi konsekwensi logis dari posisi itu. KH. Imron Jamil menjelaskan, ada dua cara untuk memahami posisi apa yang harus kita jalankan.
1) Dengan memahami ayat-ayat syar'i, seperti yang terdapat dalam surat al-jum'ah, perintah untuk bertahajjud di malam hari, dll.
2) Dengan memahami serangkaian peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Terkait dengan keinginan, saya jadi teringat salah satu lirik yang dibawakan oleh musisi kondang tanah air, iwan fals, "keinginan adalah sumber penderitaan".

wallahu a'lam
semoga kita diberi kemampuan untuk memahami dimana posisi kita. Aamiin

Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. EKSPLORIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger