Jangan di Klik

Bersinar Karena Rasulullah

Bersinar Karena Rasulullah SAW
(Oleh Moh. Dliya'ul Chaq)

Rasulullah SAW adalah lentera dunia. Dunia dan seisinya tidak akan terlihat jika bukan karena Rasulullah. Maka jika manusia ingin terlihat di dunia dan akhirat, mdendekatlah pada Rasulullah SAW. Ibarat kita berada dalam ruang yang gelap, maka pasti tidak akan yang bisa melihat keberadaan kita. Jika ingin terlihat, maka mendekatlah pada lampu yang bersinar agar bisa terlihat. Karena sejatinya kita hanyalah kegelapan yang berada dalam ruang yang gelap. Dengan lentera dunia, yaitu Rasulullah maka kita akan terlihat. Maka dunia menjadi terang. Maka berbagai kegelapan di dunia ini sirna. Artinya, amal ibadah kita sejatinya tidak ada artinya jika saja tidak ada Rasulullah karena Rasulullah dihadirkan ke dunia ini untuk memberikan petunjuk, tuntunan dan jalan terang bagi umat manusia. Kita tidak akan mampu sholat jika tidak ditunjukkan Rasulullah. Kita tidak akan mampu zakat dengam benar jika tidak dituntunkan oleh Rasulullah. Kita tidak akan tahu mana yang haq dan yang bathil jika tidak ditunjukan oleh Rasulullah. Bahkan doa kita sulit diijabahi jika tidak diawali dan diakhiri dengan menyebut nama Rasulullah., sebagaimana dalam sebuah hadits.

Maka tidak ada salahnya jika kita membaca sholawat. Bahkan kita dianjurkan untuk membaca shalawat, selain shalawat memiliki fadhilah yang luar biasa, juga karena membaca shalawat adalah bentuk ungkapan terima kasih kita kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi petunjuk dan penerang bagi umat manusia. Selain itu, karena rasulullah adalah wasilah atau lantaran bagi ummat manusia untuk mengetahui jalan yang terang benderang. Maka tidak layak jika kebaikan yang kita lakukan menjadikan kita sombong, riya' dan 'ujub karena amal ibadah atau kebaikan yang kita lakukan sejatinya adalah hasil jerih payah yang telah dilakukan oleh Rasulullah.

Banyak cara untuk mendekat pada Rasulullah. Mendekat pada Rasulullah bisa dengan cara bershalawat, dengan mengamalkan tuntunannya, mengikuti sunnahnya. Mendekat pada Rasulullah bisa juga dengan cara mendekat secara fusik dengan Rasulullah seperti meladeni / khidmah (merawat) pada Rasulullah sebagaimana yang dilakukan banyak sahabat. Di antaranya adalah sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin 'Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat sahabat itu tidak mungkin terpilih menjadi Khalifah jika bukan karena dekat dengan Rasulullah, jika bukan karena khidmahnya pada Rasulullah.

Sahabat bilal bin Rabbah, seorang budak kulit hitam, tidak mungkin namanya dikenang oleh umat muslim, tidak mungkin namanya sudah lebih dulu terkenal disurga sebelum kematiannya, tidak mungkin adzannya selalu dinanti-nantikan oleh para sahabat jika bukan karena dekat dengan Rasulullah, jika bukan karena menjalankan tuntunan Rasulullah, jika bukan karena khidmahnya pada Rasulullah. Bahkan ketika Rasulullah SAW wafat pun adzan bilal selalu dirindukan oleh para sahabat dan keluarga Rasulullah.

Dalam kisahnya, Sesaat setelah Rasulullah SAW mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah SAW masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal tak pernah sanggup mengumandangkan azan. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk hijrah ke Syam (Syiria). Namun awalnya Abu Bakar tidak mengabulkan permohonan Bilal. Tetapi Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”

Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”

Bilal menyahut, “Kalau begitu, biarkanlah aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat. Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rosululloh saja. Rosululloh telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi."

Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan yang dikirim oleh Abu Bakar menuju daerah Homs / Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus, Syiria.

Setelah tingga lama di Syria, Bilal tidak pernah mengunjungi Madinah. Lalu sampai pada suatu malam, Rosululloh hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya:
"Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?".

Bilal pun bangun terperanjat, air mata rindunya seketika tak terbendung lagi. Segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah kubur Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.

Setiba di Madinah, Bilal menangis di makam Rasulullah melepas rasa rindunya pada Nabi sang kekasih. Penduduk Madinah yang mengetahui kedatangannya, segera keluar dari rumah untuk menyambutnya. Ketika masuk waktunya sholat, beberapa Sahabat meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan. Akan tetapi Bilal terus menolak permintaan itu.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucunda Nabi, Hasan dan Husein. Kali ini mereka berdua yang meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan, “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”

Sembari mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi itu. “wahai cahaya mataku, wahai dua orang yang sangat dicintai Rasul, sesungguhnya wajib bagiku untuk memenuhi keinginan kalian. Sesungguhnya apabila semua penduduk bumi memintaku mengumandangkan adzan, aku tetap tak akan mau melalukannya. Akan tetapi, setiap permintaan kalian berdua, adalah keharusan bagiku untuk melaksanakannya.”

Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu. Lalu dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah. Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz “Allahu Akbar” dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata “Asyhadu an laa ilaha illallah”, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan pun keluar.

Dan saat Bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, Madinah pecah oleh tangisan rindu. Semua manusia menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah. Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya. Lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Setelah itu ia jatuh pingsan bersama banyak orang yang lain karena kerinduan mereka akan sosok Rasulullah SAW.

Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama Bilal sekaligus adzan terakhirnya semenjak Rasulullah wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan. Sebab tangis kerinduannya yang sangat mencabik-cabik hatinya mengenang sosok agung yang karenanya diri bilal derajatnya terangkat begitu tinggi.

Beberapa hari kemudian Bilal bin Rabah jatuh sakit. Saat menjelang kematiannya, istri Bilal menunggu di sampingnya dengan setia seraya berkata, “Oh, betapa sedihnya hati ini….”

Tapi, setiap istrinya berkata seperti itu, Bilal membuka matanya dan membalas, “Oh, betapa bahagianya hati ini…. ” Lalu, sambil mengembuskan napas terakhirnya, Bilal berkata lirih,
“Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…
Muhammad dan sahabat-sahabatnya
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…
Muhammad dan sahabat-sahabatnya”

SEJATINYA, bukan karena bilal semua masyarakat Madinah berlarian menuju masjid nabawi, tetapi karena adzan itu adalah adzan yang yang selalu terdengar saat Rasulullah masih hidup. Karena muadzin itu adalah muadzin yang selalu mengumandangkan adzan saat Rasulullah masih hidup. Itulah bukti bahwa amal ibadah dan eksistensi kita di dunia ini terlihat terang hanya karena dekat dengan Rasulullah SAW.

Maka marilah kita selalu mendekat pada lentera dunia, yaitu Rasulullah agar diri kita, eksistensi kita, hidup kita dan ibadah kita menjadi terang di dunia maupun di akhirat.

Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. EKSPLORIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger