TATA CARA SHOLAT GERHANA
Hari ini, Rabu 31 Januari 2018, menurut perhitungan kalender terjadi gerhana rembulan total disertai dengan fenomena supermoon (bulan tampak lebih besar) dan bloodmoon (bulan nampak memerah). Menurut para ahli fenomena 3in1 ini hanya terjadi 150 tahun sekali. Di langit Surabaya, masa gerhana di mulai 17.44 WIB dan berakhir pada 23.12 WIB. Lamanya masa gerhana mendorong sebagian besar takmir masjid untuk mengadakan sholat gerhana.
hukum Islam (fiqh), utamanya refrensi yang saya baca yaitu Fathul Wahhab karya Syekh Zakariya al-Anshori dan Al-Bajuri (al-Bayjuri) karya Syekh Ibrohim al-Bajuri (al-Bayjuri) yang semuanya bermadzhab Syafiiyah, dijelaskan tentang tata cara sholat gerhana (matahari dan rembulan) secara urut:
1. Niat sholat gerhana:
أصلي سنة (لكسوف الشمس/ لخسوف القمر) ركعتين لله تعالى
Usholli Sunnatan (Likusufisysyamsi/Likhusufilqomari) Rok'atayni (imaman/makmuman) lillahi ta'ala
"Saya Niat Sholat Sunnah (Gerhana Matahari/Rembulan) dua rokaat (menjadi imam/makmu) karena Allah ta'ala"
2. Takbirotul Ikhrom
3. Membaca Doa Iftitakh
4. Membaca Surat al-Fatihah
5. Membaca Surat Pendek/Panjang
6. Rukuk
7. Bangun dari rukuk
8. Membaca surat al-Fatihah
9. Membaca Surat Pendek/Panjang
10. Rukuk
11. I'tidal
12. Sujud
13. Duduk diantara dua sujud
14. Sujud
15. Berdiri rokaat kedua
16. Membaca Surat al-Fatihah
17. Membaca Surat Pendek/Panjang
18. Rukuk
19. Bangun dari rukuk
20. Membaca surat al-Fatihah
21. Membaca Surat Pendek/Panjang
21. Rukuk
22. I'tidal
23. Sujud
24. Duduk diantara dua sujud
25. Sujud
26. Tahiyat Akhir
27. Salam
28. Khutbah
Tentang hukumnya yang berhubungan erat dengan niat, sholat gerhana berhukum sunnah, bahkan jumhur mengatakan sunnah muakkadah, yang menurut Imam al-Syafi'i dalam karyanya Al-Umm bahwa hukum sunnah muakkadah yang ini menunjukkan adanya larangan untuk meninggalakan walaupun tidak sampai pada status haram.
Sebagaimana gambaran sholat gerhana yang tertulis di atas, jumlah rakaat sholat gerhana adalah 2 rokaat. Ada beberapa cara/model dalam melaksanakan sholat tersebut. (1) Minimal (Aqolluha) sholatnya sebagaimana sholat sunnah qobliyah/ba'diyah. (2) Idealnya dua rokaat, di mana tiap2 rokaat terdapat dua berdiri (qiyam), dua rukuk, dua sujud. Untuk model yang kedua ini (ideal) jika bacaan suratnya dan rukuknya pendek diistilahkan adnal kamal (ideal yang minimal), jika bacaan surat dan rukunya panjang diistilahkan a'lal kamal (paling ideal). Namun dalam tataran praktek tentunya harus mempertimbangkan lamanya masa gerhana serta jamaah (masyarakat) yang ada. Sebab jika mengikuti yang paling ideal, maka disunnahkan dalam rokaat pertama membaca al-Baqarah dan Ali Imran, lalu rokaat kedua membaca al-Nisa' dan al-Maidah. Tentunya sangat lama.
Selanjutnya, sholat gerhana matahari (kusufusysyamsi) disunnahkan bacaannya secara pelan walapun berjamaah. Untuk sholat gerhana rembulan (khusuful qomari) disunnahkan bacaannya keras saat berjamaah. Dan setelah sholat selesai dilanjutkan dengan dua khutbah sebagaimana khutbah jumah. Disunnahkan temanya tentang taubat dan amal baik.
Demikian tata cara sholat gerhana menurut refrensi yang saya baca. Fenomena alam berupa gerhana dalam Islam disambut dengan sholat gerhana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Rasul mengajarkan shalat gerhana matahari pada tahun ke 2 setelah hijrah. Sedangkan gerhana rembulan pada tahun ke 5 setelah hijrah. Dalam hadis riwayat Imam al-Bukari dalam kitab Shahih-nya dijelaskan bahwa pada saat wafatnya putera Rasulullah saw yang bernama Sayyid Ibrahim (hasil perkawinan dengan Mariyyah al-Qibthiyyah) yang berusia 18 bulan, bersamaan dengan itu terjadi gerhana matahari. Sebagaimana riwayat dari sahabat Al Mughiroh bin Syu’bah, beliau berkata:
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ »
”Di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari ketika hari kematian Ibrahim. Kemudian orang-orang mengatakan bahwa munculnya gerhana ini karena kematian Ibrahim. Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah.’” (HR. Bukhari no. 1043)
Dalam jadits lain riwayat dari sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Dua hadits ini menunjukkan bahwa Rasul mengajarkan kepada kita bahwa ketika terjadi gerhana, maka kita diperintah (sunnah) sholat gerhana, berdoa, bertakbir, bersedekah. Selain itu Rasul memberitahukan kepada kita bahwa gerhana bulanlah akibat dari kematian atau kelahiran seseorang yang "istimewa", tetapi tanda2 kekuasaan Allah. Ajaran ini dengan tegas memberantas keyakinan masyarakat kuno bahwa gerhana adalah akibat dari sesuatu-sesuatu yang dihubung-hubungkan, serta menolak tradisi yahudi yang jika terjadi gerhana, mereka ramai memukul-mukul sesuatu yang terbuat dari logam sehingga berbunyi sangat ramai.
Mitos Jawa mengatakan bahwa gerhana adalah hasil ulah raksasa (buto: red jawa) yang telah memakan rembulan/matahari sehingga sebagian atau keseluruhannya terlihat menghilang. Mitos seperti ini jelas salah dan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, apalagi ajaran agama Islam. Sebab Allah berfirman dalam surat Fushshilat ayat 37:
"Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah,"
Inti dari ayat ini adalah bahwa matahari dan bulan adalah ciptaan Allah. Maka apapun yang terjadi pada matahari dan bulan adalah kehendak Allah.
Ketika gerhana berlangsung, tradisi masyarakat jawa yang diinformasikan oleh banyak orang tua, mereka memukul-mukul kentongan atau apapun agar suasana menjadi ramai. Bahkan pepohonan pun digoyang-gayangkan. Termasuk juga ada yang meloncat-loncat dengan harapan agar tinggi badannya bertambah. Yang belum hamilpun disarankan berdoa saat terjadi gerhana. Sepertinya masyarakat menilai bahwa gerhana adalah kejadian yang sakral dan waktu yang tepat untuk berdoa sebagaimana anjuran Rasulullah saw. Sehingga tidak pantas diam apalagi tidur saat terjadi gerhana. Anjuran turun temurun ini merupakan wujud kepedulian orang tua agar penerusnya selalu berdoa kepada Tuhannya saat terjadi gerhana.
Jadi keyakinan bahwa gerhana adalah akibat dari selain kehendak Allah adalah tidak sesuai dengan akidah Islam. Sedangkan tradisi meramaikan masa-masa gerhana menurut saya tidak ada salahnya, asalkan tetap melangsungkan sholat gerhana. Yang kurang benar adalah yang meyakini kesunnahan sholat gerhana tetapi tidak sholat gerhana tetapi malah melangsungkan tradisi jawa. Dan yang paling salah adalah yang menuduh bid'ah dan sesat terhadap tradisi tanpa melihat kondisi sosial dan sejarahnya bahkan tanpa menelusuri subtansi nilai tradisi-tradisi yang ada, sebagaimana kebiasaan membid'ahkan segolongan manusia yang sok agamis dan sombong seakan-akan dialah yang paling benar melaksanakan ajaran agama.
Perlu diingat, bahwa tradisi di jawa tersebut sudah disaring oleh para ulama' terdahulu, sehingga tradisi meramaikan gerhana dilakukan setelah masyarakat melaksanakan sholat gerhana!!! Artinya masyarakat muslim jawa tempo doeloe tetap melaksanalan sholat gerhana. Seandainya ada yang mengatakan bahwa orang tua dulu tidak sholat gerhana, maka itu hanyalah salah satu saja. Sebab mbah-mbah saya tetap melaksanakan sholat gerhana di samping melakukan tradisi itu. Masihkah ingin kau bid'ahkan orang yang sholat gerhana? Mungkin yang tidak sholat dan yang bid'ah itu mbahmu, bukan mbahku!
Abu Rofi' Moh. Dliya'ul Chaq, M. HI.