Dikisahkan bahwa Abdus Shamad bin Humam termasuk orang terkaya di Baghdad.
Ia dikenal sangat cinta dunia, sombong dan takabur.
Ia bangga telah memiliki dunia dan banyak orang yang bekerja kepadanya,
ia mengira dapat menguasi dan memerintah mereka untuk melakukan apa saja sesenang hatinya.
Sebagai materialis sejati,
ia terang-terangan tidak menyukai As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah
dan mengingkari karamahnya.
Ia menuturkan pengalamannya berikut ini:
“Sebagaimana kalian ketahui, aku tak pernah menyukai As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah.
Meskipun kekayaanku berlimpah dan aku dapat memiliki apapun yang aku inginkan,
aku tak pernah merasa puas senang dan tenang.
Pada suatu Jum’at, ketika aku lewat di dekat madrasahnya, aku mendengar adzan.
Aku berkata dalam hati:
“Apa sih keunggulan orang ini, yang telah menarik perhatian banyak orang melalui karamahnya?
Aku akan shalat Jum’at di masjidnya!”
Masjid itu telah penuh sesak.
Aku merengsek menerobos kerumunan orang dan kuperoleh tempat persis di bawah mimbar.
As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah mulai menyampaikan khutbahnya dan
apapun yang dikatakannya membuatku jengkel.
Tiba-tiba aku merasa mulas ingin buang hajat.
Tetapi aku tak dapat keluar dari masjid.
Aku takut dan sangat malu, karena rasa mulas itu tak dapat ku tahan.
Perasaan jengkelku kepada As Syaikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah kian menjadi-jadi.
Namun, ketika aku dibasahi keringat dingin karena malu dan menahan mulas,
pelan-pelan As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah menuruni tangga mimbar
dan berdiri di atasku.
Seraya berkhutbah, ia menutupiku dengan bagian bawah jubahnya.
Tiba-tiba saja aku telah berada di lembah yang hijau dan indah.
Kulihat sebuah sungai kecil yang mengalirkan air yang jernih.
Segera saja aku buang hajat lalu membersihkan diri dan berwudhu.
Setelah itu,
kudapati diriku kembali berada di bawah jubah As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah.
Ia pun kembali ke atas mimbar.
Aku sangat takjub.
Tidak hanya perutku yang merasa nyaman, hatiku pun merasa tentram,
semua kejengkelan, amarah dan kekesalan sirna sudah.
Usai shalat, aku keluar dari masjid dan pulang.
Di tengah jalan, aku sadar bahwa kunci lemariku hilang.
Aku kembali ke masjid dan mencarinya, namun tak kutemukan.
Keesokan harinya aku harus melakukan perjalanan niaga. Tiga hari perjalanan dari Baghdad.
Kami tiba di sebuah lembah yang sangat indah.
Seakan-akan dituntun ke tepi sungai yang sangat jernih.
Aku langsung teringat bahwa di sinilah aku buang hajat dan membersihkan diri.
Kini, sekali lagi kubersihkan diri. Dan ternyata, di sana kutemukan kembali kunci lemariku.
Sekembali ke Baghdad, aku menjadi pengikut As Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Rahimahullah.
SubhannAllah....
Itulah di antara keistimewahan As Syeikh Abdul Qodir Al Jailani Rahimahullah yang telah menjadi Kekasihnya Allah Ta'ala atau wali Allah.
As Syeikh Abdul Qodir Rahimahullah banyak di beri karomah oleh Allah Ta'ala...
Itu semua kehendak Allah Ta'ala...
Disadur dari Kitab Mawa’idz Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
Karya Syaikh Shalih Ahmad Asy-Syami
Post a Comment