Oleh Moh. Dliya'ul Chaq
Mungkin, pertanyaan yang muncul dalam sejarah peradilan Islam adalah "Benarkah bahwa Islam (ajaran dari Allah) menganjurkan keadilan? Lalu apa tujuannya (maqashid syariahnya)?"
Al-Qur'an telah menjustifikasi bahwa Islam menganjurkan keadilan. Dalam banyak ayat telah disebutkan. Di antaranya adalah surat al-hadid ayat 25:
لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط
Inti dari ayat ini adalah bahwa Allah mengutus para Rasul selalu disertai dengan kitab (wahyu) sebagai pedoman, untuk menciptakan keadilan bagi manusia secara umum.
Ayat ini bukanlah justifikasi tanpa bukti. Sejarah mencatat bahwa setiap Nabi yang diturunkan memiliki catatan wahyu dari Allah baik dalam bentuk kitab atau sukhuf. Catatan wahyu itu berfungsi sebagai pedoman atau standard kebaikan secara tertulis. Catatan wahyu itulah yang kemudian menjadi sarana transformasi wahyu sampai kepada umat para nabi. Dengan adanya para rasul serta wahyu yang didapatinya, maka keadilan akan muncul bersanding dengan manusia.
Namun, tabiat manusia menurut Khatib al-Syarbini cenderung pada keburukan atau kedzaliman merupakan alasan logis pentingnya peradilan. Dalam bahasa lain, sebagai makhluk sosial, manusia cenderung menemui gesekan-gesekan sosial yang berpotensi memunculkan kedzaliman bagi yang lemah. Oleh karenanya, peradilan menjadi keharusan ketika ada manusia. Tentunya tujuan utamanya (maqashid syariah) adalah mendirikan keadilan (menempatkan sesuatu pada tempat dan porsinya masing-masing). Tidak ada yang lain. Jika seandainya saat ini ditemukan kedzaliman pada proses peradilan, maka sejatinya itu adalah kesalahan oknum semata.
Jika seandainya penetapan keadilan dilakukan oleh badan yudikatif, maka itu adalah inovasi yang luar biasa (bid'ah hasanah). Jika saat ini hakim adalah orang2 yang secara khusus diangkat untuk menghakimi, maka itulah inovasi yang sesuai dengan kondisi kemampuan umat. Jika saat ini peradilan dilaksanakan di dalam gedung pengadilan dengan berbagai aturan teknisnya (hukum materiil), maka itulah inovasi luar biasa yang berkesesuaian dengan zaman. Jika semua inovasi dinyatakan bid'ah maka peradilan tidak akan tercapai.
Memang dalam sejarah peradilan islam, lembaga peradilan tidak pernah ada di zaman hidupnya Rasulullah saw, hakim pada saat itu adalah Rasulullah saw yang saat itu juga dapat dinilai sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, proses peradilan pada saat itu samgat sederhana, namun semua itu bukan menunjukkan bentuk peradilan versi Islam. Semangat dan dasar peradilan itulah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Sedangkan teknisnya diserahkan sepenuhnya kepada umat. Maka kelak, ketika mempelajari sejarah peradilan Islam pasti akan ditemukan inovasi-inovasi (bid'ah-bid'ah) keren di masanya. Namun semua itu hanyalah usaha untuk mempermudah menggapai subtansi maqashidul qadla' berupa mendirikan keadilan.
"Kutiplah artikel ini dengan jujur, dengan menyertakan penulis aslinya. Insya Allah Ilmu anda Barokah"
Post a Comment