Jangan di Klik

Featured Post Today
print this page
Latest Post

KEUTAMAAN SHALAT JAMAAH DAN KEHEBATAN ULAMA'

KEUTAMAAN SHALAT JAMAAH DAN KEHEBATAN ULAMA'
(Ngaji Malam Minggu NU Tambakberas Jombang)

Itulah ulama'. Mereka yang benar2 memahami, melaksanakan dan meyakini betul ajaran Islam bahkan dalam tataran hikmahnya. Hingga dg beribu cara santun mampu merubah keadaan manusia atas izin Alllah.

Alkisah, ada preman yg jatuh hati pada wanita cantik istri dari seorang ulama' muda. Dalam hatinya, ia sangat berharap agar ulama' itu segera meninggal dunia hingga kelak ia dapat menikahi bekas istri ulama' itu. Bertahun-tahun menunggu taqdir kematian ulama', namun Allah menentukan lain. Tak tahan menahan keinginannya, akhirnya preman itu mendatangi ulama' itu dan mengatakan keinginannya untuk menikahi istri ulama' itu.

Sama sekali tidak ada kemarahan dalam diri ulama' muda itu. Dengan santun ulama' itu memberikan syarat pada sang preman, "jika kamu benar2 ingin menikahi istriku, maka kamu harus hidup bersamaku dan mengikuti aktifitasku selama 40 hari". Tentu saja syarat itu langsung disetujui sang preman.

Sampai di hari ke 40, sang ulama' menanyakan ulang tentang keinginan menikahi istrinya pada  preman itu. Dan trnyata sudah tidak ada lagi nafsu liar itu dalam diri sang preman. Sifat2 buruk telah hilang berganti sifat2 terpuji. Benar2 terpuji! Bukan sebuah kemunafikan yg dibungkus dengan "keterpujian". Karena selama 40 hari bersama ulama' itu, ia telah beraktifitas layaknya ulama muda itu. Yaitu SHALAT ber-JAMA'AH tanpa pernah tertinggal sekalipun dan BERSABAR dalam menjalani kehidupan. Maka pertolongan Allah pun datang.

(وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ)
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.

عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ   النِّفَاقِ
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan Takbir pertama (takbiratul ihramnya imam), maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani di kitab Shahih Al Jami’ II/1089, Al-Silsilah al-Shahihah: IV/629 dan VI/314).

مَنْ وَاظَبَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً لا تَفُوْتُهُ رَكْعَةٌ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا بَرَاءَتَيْنِ، بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
”Siapa yang menekuni (menjaga dengan teratur) shalat-shalat wajib selama 40 malam, tidak pernah tertinggal satu raka’atpun maka Allah akan mencatat untuknya dua kebebasan; yaitu terbebas dari neraka dan terbebas dari kenifakan.” (HR. Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman, no. 2746).

----------------------------------------------------------------------

Ah...
Betapa sayangnya Guru Kami (KH. Moh. Djamaluddin Ahmad Jombang) pada kami semua hingga tidak henti2nya beliau mengingatkan bahkan "ngobraki" agar kami bisa selalu shalat jama'ah. Teringat saat usia 9 th, itulah saat pertama dan terakhir mendapatkan marah dan cubitan ayah saat aq tidak shalat jamaah ashar di masjid. Terimakasih Tuhan.... kau pertemukan kami dengan beliau-beliau.

Ampuni kami yang telah sering meninggalkan shalat jama'ah. Bahkan kami telah melupakanMu saat kami harus mengingatMu. Ya Allah... Ridloilah Kami..... Taqdirkanlah kami dan anak turun kami sebagai ahli shalat jama'ah sebagaiamana kau taqdirkan orang tuaku dan guru kami..... AMIIN.

0 comments

Shalawat Nariyah

Sholawat Nariyah

Mulanya, ia bernama Sholawat Tafrijiyah. Namun, nampaknya sejarawan mempunyai data yang berlainan. Karena di teks yang berbeda, ditemukan bahwa sholawat ini dahulu bernama Taziyah, yang bermula dari penisbatan muasal teks sholawat ini kepada syaikh Ibrahim at-Taziy. Namun pada perkembangannya, ia lebih dikenal dengan “Nariyah”. Mengapa? Di titik ini, perselisihan para sejarawan kembali mengemuka. Di satu kisah, Taziyah bertransformasi menjadi Nariyah hanya sebatas tahrif, memutar kata dengan perubahan pada ‘titik’nya. Di kisah lain, Nariyah muncul sebagai sesuatu yang lebih historis. segolongan Islam di Maroko, ketika ingin mendapatkan yang dikehendaki sekaligus menghindari yang dibenci, mereka segera berkumpul dalam satu majelis. Di dalamnya, mereka membaca shalawat ini sebanyak 4.444 kali. Dus, yang diharapkan akan terwujud segera, bagai api (an-nâr) ketika membakar. Dari kata an-nâr inilah nama Nariyah bermula.

Bacaan Sholawat Nariyah yang didapat oleh Sayyid Muhammad Haqqy an-Nazily dari beberapa gurunya sebagai berikut:

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِـــــــيْمِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَ سَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِى تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَ تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَ تُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَ حُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَ عَلىٰ آلِهِ وِ صَحْبِهِ

Ketika kemudian syaikh an-Nazily menerima ijazah sholawat serupa dari Sayyid Muhammad as-Sanusi di gunung Abi Qubais, ada beberapa kalimat yang ditambahkan di akhir sholawat:

فِى كُلِّ لَمْحَةٍ وَ نَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Sholawat yang telah ditambah inilah yang sampai turun temurun kepada kita.

Mengenai lafadz مُحَمَّدٍ, sebagian ulama menengara bahwa ada yang lebih indah pengungkapannya, yakni dengan menambah lafadz النبى setelah مُحَمَّدٍ.

Adapun terhadap faedah sholawat Nariyah, ulama memberi beberapa rumusan yang erat kaitannya dengan seberapa banyak sholawat itu diulang. Diantaranya:

Ketika dibaca setiap hari sebelas kali, rizki akan turun dari langit dan tumbuh dari bumi. (Syaikh Muhammad at-Tanusi)
Ketika dibaca setiap selepas shalat sebelas kali, rizki tidak akan terputus dan memperoleh derajat yang tinggi. (Imam Ad-Dainuri)
Ketika dibaca setelah salat subuh 41 kali, apa yang diinginkan akan terwujud.
Ketika dibaca sehari seratus kali, akan terwujud harapan, bahkan lebih dari yang diangankan.
Ketika dibaca sehari 313 kali dengan niat membuka tabir rahasia, ia akan melihat segala hal yang menjadi harapan-harapannya.
Ketika dibaca setiap hari 1.000 kali, maka baginya perkara yang tak bisa dibayangkan oleh siapapun (mâ lâ ain ra’at wa lâ udzun sami’at wa lâ khathr fi qalb basyar/yang tak terindera mata, tak terdengar telinga, dan tak terbesit di hati manusia).
Di lain kesempatan, Al-Qurthubi, sebagaimana yang juga ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, memberikan satu bilangan khusus untuk membaca sholawat ini, yakni 4.444. Ketika dibaca sebanyak bilangan itu dan disertai dengan tawasul kepada Nabi saw., maka segala harapan, bahkan yang besar pun akan terwujud. Juga, seluruh cobaan (bala’) akan dihindarkan. Wallahu a’lam.][

Pembacaan 1 Miliar Sholawat Nariyah Untuk Keselamatan Bangsa dilaksanakan pada Jum’at malam Sabtu, 21 Muharram 1438 H./ 21 Oktober 2016 M. di sembilan titik.

0 comments

Durhaka Kepada Guru

DURHAKA KEPADA GURU

Dikisahkan belasan tahun lalu seorang santri yang sedang nyantri di rubat tarim yang saat itu diasuh habib abdulloh assyatiri, dia dikenal sangat Alim hingga mampu menghafal kitab tuhfatul muhtaj 4 jilid. siapa tak kenal dia?? Semua tau bahwa ia sangat Alim bahkan diprediksi sebagai calon ulama besar.

Nah, Suatu hari disaat habib abdulloh mengisi pengajian rutin santri, tiba tiba habib bertanya tentang santri yang sangat terkenal Alim itu. "Kemana si fulan???" Semua santri bingung menjawab pertanyaan sang guru.

Ternyata santri yang dimaksud tidak ada di pondok melainkan keluar berniat mengisi pengajian di kota mukalla tanpa izin.

Akhirnya habib abdulloh assyatiri yg sangat terkenal Allamah dan Waliyulloh berkata :"baiklah orangnya boleh keluar tanpa izin, tapi ilmunya tetap disini!!!".

Di kota mukalla, santri yang sudah terkenal Alim tersebut sudah di nanti nantikan para pecinta ilmu untuk mengisi pengajian di masjid omar mukalla.

Singkat cerita si santri ini pun maju kedepan dan mulai membuka ceramahnya dengan salam dan muqaddimah pendek.

Allohu akbar !!! Ternyata, setelah membaca amma ba'du si Alim ini tak mampu berkata sama sekali, bahkan kitab paling kecil sekelas Safinah pun tak mampu ia ingat sedikitpun....

Sontak dia tertunduk dan menangis.. para hadirin pun heran, "Ada apa ini???",, akhirnya Salah satu Ulama kota mukalla pun menghapirinya dan bertanya; "Saudara mengapa begini??? Apa yang saudara lakukan sebelumnya?".

Dia menjawab : "aku keluar tanpa izin habib dari pesantren." Dia terus menangis , dan Beberapa orang menyarankan agar ia meminta maaf kepada Habib..

Parahnya dia dengan sombong tidak mau meminta maaf!!. Kesombongannya ini membuat semua orang menjauhinya, dan tidak ada satupun yang perduli padanya, bahkan hidupnya setelah itu sangat miskin dan terlunta lunta dengan menjual daging ikan kering.

Dan disaat ia meninggal,dia mati dalam keadaan miskin bahkan kain kafannya pun tak mampu dibeli dan akhirx diberi oleh seseorang.

"Santri Yang Manfaat...Bukanlah Yang Paling Banyak Hafalannya, Yg Paling Bagus Penjelasan Kitabnya, Yang Selalu Juara Kelas.....Tapi Santri Yang BerManfaat Yang Paling Hormat dan Taat Kepada Gurunya...Dan Menganggap Dirinya Bkn Siapa-siapa Di Hadapan Gurunya..."

Semga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah diatas di beri hati yang tawaddu' patuh terhadap guru guru kita sehingga kita mendapat berkahnya.... Amiin

*SELAMAT MENYAMBUT HARI SANTRI 22 OCTOBER 2016*

0 comments
Pemimpin Non Muslim
Oleh Moh. Dliya'ul Chaq

Saat ditulis artikel ini, ramai perbincangan tentang pemimpin non muslim karena saat ini (Oktober 2016) sedang ramai-ramainya bursa calon Gubernur DKI yang salah satu kandidatnya adalah Non Muslim. Politik yang berbau primordial mulai bermunculan. Kondisi yang lebih meresahkan lagi ketika hukum Islam, ayat al-Qur'an dan Hadits mulai dimunculkan oleh beberapa tokoh agama Islam, entah benar-benar objektif atau sebuah justifikasi politis. Keresahan inilah yang melatarbelakangi artikel ini dimunculkan. Sadar bahwa mungkin artikel ini tidak akan dilihat oleh banyak orang. Namun sebuah harapan mmungkin suatu saat akan berguna bagi siapapun yang membutuhkan.
Berdasarkan penulusaran penulis, para ahli hukum Islam (Fuqaha'), para ahli hadits (muhaddits) dan para ahli tafsir al-Qur'an (mufassir) baik salaf maupun khalaf nyatanya telah berbeda pendapat tentang hukum Non Muslim sebagai pemimpin bagi masyarakat Muslim (Refrensi dan Redaksinya dari para fuqaha' akan disajikan di akhir artikel ini). Sebenarnya jika melihat legalitas hukum (Islam) yang ada, masyarakat muslim tidak perlu "bertikai" terkait masalah hukum pemimpin non Muslim karena telah terdapat pilihan hukum hasil ijtihad ulama', yaitu boleh dan tidak boleh. Jadi fiqh telah sepakat menyatakan tidak sepakat. Mengapa harus bertikai dan beradu dalil ketika telah ada jawaban.
Dengan demikian, otoritas memilih telah berada di tangan rakyat. Dan apapun pilihannya, tidak ada yang berdosa dalam kacamata hukum Islam. Hanya saja menurut hemat penulis, para pemilih harus benar-benar selektif, jernih dan penuh pertimbangan dalam menentukan pilihannya. Pertimbangan tentang kredibiltas dan prediksi dampak positif-negatif secara umum atau khusus (maslahah 'ammah maupun maslahah khashshah) jika pemimpin non muslim terpilih harus menjadi acuan utama dalam menentukan pilihannya. Inilah yang paling penting bagi masyarakat muslim Indonesia.
Namun demikian, penulis sangat yakin bahwa perbedaan umat Islam Indonesia dalam menentukan pilihannya pasti akan berdampak positif bagi umat Islam secara umum. Betapa bisa dibayangkan jika tidak ada orang Islam yang "dekat" atau "mendekat" terhadap calon pemimpin non muslim yang ternyata calon non mslim tersebut terpilih. Siapa yang akan "mengawal" Islam dalam pemerintahan pimpinan non muslim itu. Oleh karenanya, tak perlu lagi bertikai dalam makna yang sebenarnya. jadikanlah "pertikaian" ini sebagai panggung sandiwara politik umat Islam. Hingga kita akan tahu, siapa lawan dan siapa kawan, siapa yang benar-benar atas nama Islam dan siapa yang mengatasnamakan Islam.

Lihat hasil bahtsul masail PCNU Surabaya 2016 Tentang Pemimpin Non Muslim:
http://eksplorasiilmupengetahuan.blogspot.co.id/2016/10/hasil-bahtsul-masail-pcnu-surabaya.html?m=1

Berikut Redaksi dari Refrensi Tentang Pemimpin Non Muslim

-          Tuhfah al-Muhtaj dan Hawasyi al-Syarwani, Juz IX, h. 72
(ولا يستعان عليهم بكافر ) ذمي أو غيره إلا إن اضطررنا لذلك
قول المتن: ولا يستعان إلخ) أي يحرم ذلك اه. سم, عبارة المغني والنهاية: (تنبيه) ظاهر كلامهم أن ذلك لا يجوز ولو دعت الضرورة إليه لكنه في التتمة صرح بجواز الاستعانة به أي الكافر عند الضرورة
-          Hawasyi al-Syarwani, Juz IX, h. 73
نعم ان قتضت المصلحة توليته في شىء لا يقوم به غيره من المسلمين او ظهر من المسلمين خيانة و امنت في ذمي فلا يبعد جواز توليته لضرورة القيام بمصلحة ما ولى فيه، و مع ذلك يجب على من ينصبه مراقبته و منعه من التعرض لاحد من المسلمين
-          Kanz al-Raghibin dan Hasyiyah al-Qulyubi, Jilid IV, h. 156
(ولا يستعان عليهم بكافر) لأنه يحرم تسليطه على المسلمين (قوله: ولا يستعان) فيحرم إلا لضرورة
-          Al-Ahkam al-Sulthaniyah, hal. 22-23
والوزارة على ضربين وزارة تـفويض ووزارة تـنـفيذ. اما وزارةالتـفويض فهى ان يستوزر الإسلام من يفوض اليه تدبـير الأمور برأيه وإمـضاء ها على اجتـهاده
-          Al-Ahkam al-Sulthaniyah, hal. 43
(فَصْلٌ) وَأَمَّا وَزَارَةُ التَّنْفِيذِ فَحُكْمُهَا أَضْعَفُ وَشُرُوطُهَا أَقَلُّ، لِأَنَّ النَّظَرَ فِيهَا مَقْصُورٌ عَلَى رَأْيِ الْإِمَامِ وَتَدْبِيرِهِ. وَهَذَا الْوَزِيرُ وَسَطٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الرَّعَايَا وَالْوُلَاةِ يُؤَدِّي عَنْهُ مَا أَمَرَ وَيَنْفُذُ عَنْهُ مَا ذَكَرَ وَيُمْضِي مَا حَكَمَ وَيُخْبِرُ بِتَقْلِيدِ الْوُلَاةِ وَتَجْهِيزِ الْجُيُوشِ وَيَعْرِضُ عَلَيْهِ مَا وَرَدَ مِنْ مُهِمٍّ وَتَجَدَّدَ مِنْ حَدَثٍ مُلِمٍّ، لِيَعْمَلَ فِيهِ مَا يُؤْمَرُ بِهِ. فَهُوَ مُعِينٌ فِي تَنْفِيذِ الْأُمُورِ وَلَيْسَ بِوَالٍ عَلَيْهَا وَلَا مُتَقَلِّدًا لَهَا. وَلَا يَجُوزُ أَنْ تَقُومَ بِذَلِكَ امْرَأَةٌ وَإِنْ كَانَ خَبَرُهَا مَقْبُولًا لِمَا تَضَمَّنَهُ مَعْنَى الْوِلَايَاتِ الْمَصْرُوفَةِ عَنْ النِّسَاءِ لِقَوْلِ النَّبِيِّ: مَا أَفْلَحَ قَوْمٌ أَسْنَدُوا أَمْرَهُمْ إلَى امْرَأَةٍ. وَلِأَنَّ فِيهَا مِنْ طَلَبِ الرَّأْيِ وَثَبَاتِ الْعَزْمِ مَا تَضْعُفُ عَنْهُ النِّسَاءُ، وَمِنَ الظُّهُورِ فِي مُبَاشَرَةِ الْأُمُورِ مَا هُوَ عَلَيْهِنَّ مَحْظُورٌ. وَيَجُوزُ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْوَزِيرُ مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ وَإِنْ لَمْ يَجُزْ أَنْ يَكُونَ وَزِيرُ التَّفْوِيضِ مِنْهُمْ.
-          Tafsir Ayat Ahkam I/403
الحكم الثالث : هل يجوز تولية الكافر واستعماله في شؤون المسلمين ؟
استدل بعض العلماء هذه الأيات الكريمة على أنه لا يجوز تولية الكافر شيئا من أمور المسلمين ولا جعلهم عمالا ولا خداما كما لا يجوز تعظيمهم وتوقيرهم في المجلس والقيام عند قدومهم فإن دلالته على التعظيم واضحة وقد أمرنا باحتقارهم (إنما المشركون نجس). اهـ.
-          Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu 6/693
أما اشتراط الإسلام فلأنه يقوم بحراسة الدين والدنيا. وإذا كان الإسلام شرطا في جواز الشهادة فهو شرط في كل ولاية عامة لقوله تعالى (ولن يجعل الله الكافرين على المؤمنين سبيلا)
-          Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu 8/342
الفرق بين الوزارتين: ذكر الماوردي فروقا ثمانية بين الوزارتين، أربعة منها تتعلق بالشروط، والأربعة الأخرى بالصلاحيات. أما الفروق العائدة للشروط والمؤهلات فهي: 1 – الحرية: مطلوبة في وزارة التفويض، وغير مطلوبة في وزارة التنفيذ. 2 – الإسلام: مطلوب في وزارة التفويض، دون التنفيذ. 3 – العلم بالأحكام الشرعية (الاجتهاد): مطلوب في وزارة التفويض لا التنفيذ. 4المعرفة بشؤون الحرب والاقتصاد كالخراج: مطلوبة في وزارة التفويض لا التنفيذ.
-          Hasyiyah al-Jamal 4/188
وكذا يحرم نصه في شيئ من أمور المسلمين نعم إن اقتضت المصلحة توليته شيئا لا يقوم به غيره من المسلمين أو ظهر ممن يقوم به من المسلمين خيانة وأمنت في ذمي ولو لخوفه من الحكم مثلا فلا يبعد توليته فيه لضرورة والقيام بمصلحة ما ولى فيه ومع ذلك يجب على من ينصبه مراقبته ومنعه من التعرض لأحد من المسلمين بما فيه استيلاء على المسلمين. اهـ
-          Al-Talkhish libni Hajar
ولايسـتـعان عليهم بكافر ذمي او غيره إلا إن اضطررنا لذلك. ظاهر كلامهم ان ذلك لا يجـوز ولو دعت الضرورة. لكنه فى التتمة صرح بجواز الإستعانة به اى الكافر عند الضرورة
أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج إلى بدر ، فتبعه رجل من المشركين ، فقال : تؤمن بالله ورسوله ؟ قال : لا ، قال : فارجع فلن نستعين بمشرك
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى إذا خلف ثنية الوداع ، إذا كتيبة قال : من هؤلاء ؟ قالوا : بني قينقاع رهط عبد الله بن سلام ، قال : وأسلموا ؟
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم استعان بناس من اليهود في حربه ، وأسهم لهم
أنه صلى الله عليه وسلم استعان بيهود بني قينقاع في بعض الغزوات ، ووضع لهم
ويجمع بينه وبين الذي قبله بأوجه ذكرها المصنف ، منها : وذكرها البيهقي عن نص الشافعي : { أن النبي صلى الله عليه وسلم تفرس فيه الرغبة في الإسلام ، فرده رجاء أن يسلم فصدق ظنه } وفيه نظر من جهة التنكير في سياق النفي ، ومنها : أن الأمر فيه إلى رأي الإمام ، وفيه النظر بعينه ، ومنها : أن الاستعانة كانت ممنوعة ، ثم رخص فيها وهذا أقربها ، وعليه نص الشافعي .
-          Al-Mughni al-Muhtaj 408
عبارة المغني والنهاية ظاهر كلامهم أن ذلك لا يجوز ولو دعت الضرورة إليه لكنه في التتمة صرح بجواز الاستعانة به أي الكافر عند الضرورة وقال الأذرعي وغيره أنه المتجه اهـ. قول المتن بكافر أي لأنه يحرم تسليطه على المسلم نهاية ومنهج زاد المغني ولذا لا يجوز لمستحق القصاص من مسلم أن يوكل كافرا في استيفائه ولا للإمام أن يتخذ جلادا كافرا لإقامة الحدود على المسلمين اهـ. وقال ع ش بعد نقل ما ذكر عن الزيادي أقول وكذا يحرم نصبه في شيء من أمور المسلمين نعم إن اقتضت المصلحة توليته في شيء لا يقوم به غيره من المسلمين أو ظهر فيمن يقوم به من المسلمين خيانة وأمنت في ذمي ولو لخوفه من الحاكم مثلا فلا يبعد جواز توليته فيه لضرورة القيام بمصلحة ما ولي فيه ومع ذلك يجب على من ينصبه مراقبته ومنعه من التعرض لأحد من المسلمين بما فيه استعلاء على المسلمين اهـ
ولا يستعان عليهم بكافر ) ولو ذميا ؛ لأنه يحرم تسليطه على المسلم ، ولأن القصد ردهم للطاعة ، والكفار يتدينون بقتلهم ، نعم يجوز الاستعانة بهم عند الضرورة كما نقله الأذرعي وغيره عن المتولي وقالوا : إنه متجه ، وعلم أنه لا يجوز له أن يحاصرهم ويمنعهم الطعام والشراب ( ولا بمن يرى قتلهم مدبرين)   لعداوة أو اعتقاد كالحنفي والإمام لا يرى ذلك إبقاء عليهم ، فلو احتجنا للاستعانة به جاز إن كان فيه جراءة وحسن إقدام وتمكنا من منعه لو اتبع منهزما ، والأوجه أن ما ذهب إليه الإمام زيادة على ذلك من أن نشترط ذلك عليهم ونثق بوفائهم به ليس بشرط ؛ إذ في قدرتنا على دفعهم غنية عن ذلك
-          Tuhfatul Muhtaj wa Hawasyi al-Syarwani 9/298-299
وَيُمْنَعُونَ مِنْ حَمْلِ السِّلَاحِ ، وَتَخَتُّمٍ ، وَلَوْ بِفِضَّةٍ ، وَاسْتِخْدَامِ مَمْلُوكٍ فَارِهٍ كَتُرْكِيٍّ ، وَمِنْ خِدْمَةِ الْأُمَرَاءِ كَمَا ذَكَرَهُمَا ابْنُ الصَّلَاحِ وَاسْتَحْسَنَهُ فِي الْأُولَى الزَّرْكَشِيُّ ، وَمِثْلُهَا الثَّانِيَةُ ، بَلْ أَوْلَى. (قَوْلُهُ: وَمِنْ خِدْمَةِ الْأُمَرَاءِ) مَصْدَرٌ مُضَافٌ لِمَفْعُولِهِ، وَالْمُرَادُ بِخِدْمَتِهِمْ إيَّاهُمْ الْخِدْمَةُ بِالْمُبَاشَرَةِ ، وَالْكِتَابَةِ ، وَتَوْلِيَةِ الْمَنَاصِبِ ، وَنَحْوِ ذَلِكَ كَمَا هُوَ ، وَاقِعٌ وَلِلسُّيُوطِيِّ فِي ذَلِكَ تَصْنِيفٌ حَافِلٌ ا هـ . رَشِيدِيٌّ عِبَارَةُ ع ش أَيْ : خِدْمَةٍ تُؤَدِّي إلَى تَعْظِيمِهِمْ كَاسْتِخْدَامِهِمْ فِي الْمَنَاصِبِ الْمُحْوِجَةِ إلَى تَرَدُّدِ النَّاسِ إلَيْهِمْ ، وَيَنْبَغِي أَنَّ الْمُرَادَ بِالْأُمَرَاءِ كُلُّ مَنْ لَهُ تَصَرُّفٌ فِي أَمْرٍ عَامٍّ يَقْتَضِي تَرَدُّدَ النَّاسِ عَلَيْهِ كَنُظَّارِ الْأَوْقَافِ الْكَبِيرَةِ ، وَكَمَشَايِخِ الْأَسْوَاقِ ، وَنَحْوِهِمَا ، وَأَنَّ مَحَلَّ الِامْتِنَاعِ مَا لَمْ تَدْعُ ضَرُورَةٌ إلَى اسْتِخْدَامِهِ بِأَنْ لَا يَقُومَ غَيْرُهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ مَقَامَهُ فِي حِفْظِ الْمَالِ ا هـ .
-          Al-Faruq 4/257
الشرط في الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر (المسئلة السادسة) قولنا في شرط الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ما لم يؤدي إلى مفسدة هي أعظم. وهذه المفسدة قسمان تارة تكون إذا نهاه من منكر فعلى ما هو أعظم منه غير الناهي وتارة يفعل في الناهي بأن ينهاه عن الزنا فيقتله أعني الناهي يقتله الملابس للمنكر. اهـ
-          Al-Siyâsah Al-Syar’iyyah 10:
فإن الولاية لها ركنان : القوة والأمانة . كما قال تعالى : { إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ } (سورة القصص : من الآية 26) . وقال صاحب مصر ليوسف عليه السلام : { إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ } (سورة يوسف : من الآية 54) . وقال تعالى في صفة جبريل : { إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ }{ ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ }{ مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ } (سورة التكوير : الآيات 19-21) . . .
فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى : ” اللَّهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلَا يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً
-          Lubabbut Ta’wil
والمعنى لا تتخذوا أولياء ولا أصفياء من غير أهل ملتكم ثم بين سبحانه وتعالى علة النهي عن مباطنتهم فقال تعالى: لا يَأْلُونَكُمْ خَبالًا
-          Tahrir al-Ahkam Fi Tadbir aHli al-Islam Libni Jama’ah (syafi’iyah)  146-147
ولا يجوز تولية الذمي في شيء من ولايات المسلمين إلا في جباية الجزية من أهل الذمة أو جباية ما يؤخذ من تجارات المشركين . فأما ما يجبى من المسلمين من خراج أو عشر أو غير ذلك فلا يجوز تولية الذمي فيه، ولا تولية شيء من أمور المسلمين. قال تعالى : ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلا. ومن ولى ذميًا على مسلم فقد جعل له سبيلًا عليه. وقال تعالى: ولا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعضٍ ومن يتولهّم منكم فإنّه منهم، ولأن تولية الكافر على المسلم تتضمن إعلاءه عليه وإعزازه بالولاية، وذلك مخالف للشريعة وقواعدها.
-          Ma’alim al-Qarabah Fi Thalabil Hisbah (syafi’iyah) 43
وَلَمَّا وُلِّيَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ الْبَصْرَةَ وَقَدِمَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ t فَوَجَدَهُ فِي الْمَسْجِدِ فَاسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ فَأَذِنَ لَهُ، وَاسْتَأْذَنَ لِكَاتِبِهِ، وَكَانَ نَصْرَانِيًّا. فَلَمَّا دَخَلَ عَلَى عُمَرَ وَرَآهُ، فَقَالَ: قَاتَلَكَ اللهُ يَا أَبَا مُوسَى، وَلَّيْتَ نَصْرَانِيًّا عَلَى الْمَالِ. وَكَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إلَى بَعْضِ عُمَّالِهِ وَقَدْ اتَّصَلَ بِهِ أَنَّهُ اتَّخَذَ كَاتِبًا يُقَالُ لَهُ حَسَّانُ. بَلَغَنِي أَنَّكَ اسْتَعْمَلَتْ حَسَّانَ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ دِينِ الْإِسْلَامِ، وَاللهُ تَعَالَى يَقُولُ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ. وَقَالَ تَعَالَى: لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا، وَلَعِبًا مِنْ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ، وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ، وَاتَّقُوا اللهَ إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. وَإِذَا أَتَاك كِتَابِي هَذَا فَادْعُ حَسَّانَ إلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَسْلَمَ فَهُوَ مِنَّا، وَنَحْنُ مِنْهُ، وَإِنْ أَبَى فَلَا تَسْتَعِنْ بِهِ. فَلَمَّا جَاءَهُ الْكِتَابُ قَرَأَهُ عَلَى حَسَّانَ فَأَسْلَمَ وَعَلَّمَهُ الطَّهَارَةَ وَالصَّلَاةَ. وَهَذَا أَصْلٌ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِي تَرْكِ الِاسْتِعَانَةِ بِالْكَافِرِ فَكَيْفَ اسْتِعْمَالُهُمْ عَلَى رِقَابِ الْمُسْلِمِينَ.
-          Siraj al-Muluk li al-Tarablisi (Malikiyah) 111
ولما استقدم عمر بن الخطاب رضي الله عنه أبا موسى الأشعري من البصرة وكان عاملاً عليها للحساب، دخل على عمر وهو في المسجد فاستأذن لكاتبه وكان نصرانياً فقال له عمر رضي الله عنه: قاتلك الله! وضرب بيده على فخذه، وليت ذمياً على المسلمين أما سمعت الله تعالى يقول: ” يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعض ومن يتولهم منكم فإنه منهم؟ ” المائدة: 51 ألا اتخذت حنيفاً؟ قال: يا أمير المؤمنين لي كتابته وله دينه. فقال: لا أكرمهم إذ أهانهم الله ولا أعزهم إذ أذلهم الله ولا أدنيهم إذ أقصاهم الله. … وقال عمر بن أسد: أتانا كتاب عمر بن عبد العزيز t إلى محمد بن المنتشر: أما بعد فإنه بلغني أن في عملك رجلاً يقال له حسان بن بردا على غير دين الإسلام، والله تعالى يقول: ” يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا الذين اتخذوا دينكم هزواً ولعباً من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم والكفار أولياء واتقوا الله إن كنتم مؤمنين ” المائدة: 57 فإذا أتاك كتابي هذا فادع حسان إلى الإسلام فإن أسلم فهو منا ونحن منه وإن أبى فلا تستعن به ولا تأخذ من غير أهل الإسلام على شيء من أعمال المسلمين، فقرأ الكتاب عليه فأسلم.
-          Radd al-Mukhtar 4/211
وَلَا يَخْفَى أَنَّ اسْتِعْلَاءَهُ فِي الْبِنَاءِ عَلَى جِيرَانِهِ الْمُسْلِمِينَ خِلَافُ الصَّغَارِ …  وَلَا يَخْفَى أَنَّ لَفْظَ اسْتَعْلَى يَشْمَلُ مَا بِالْقَوْلِ وَمَا بِالْفِعْلِ.
-          Ghayat al-Umam 114
وذكر مصنف الكتاب المترجم بالأحكام السلطانية إن صاحب هذا المنصب يجوز أن يكون ذميا وهذه عثرة ليس لها مقيل وهي مشعرة بخلو صاحب الكتاب عن التحصيل فإن الثقة لا بد من رعايتها وليس الذمي موثوقا به في أفعاله وأقواله وتصاريف أحواله وروايته مردودة وكذلك شهادته على المسلمين فكيف يقبل قوله فيما يسنده ويعزيه إلى إمام المسلمين.
-          Rawdlat al-Thalibin 6/367
وأما تولية الذمي فإن كانت جباية من أهل الذمة كالجزية وعشر التجار جازت، وإن كانت من المسلمين ففي جوازها وجهان. قلت:  الأصح المنع. والله أعلم.
-          Khusn al-Suluk 161
الفصل الثالث عشر عدم تولية اليهود والنصارى على المسلمين. لا يجوز تولية اليهود والنصارى على المسلمين ولا استكتابهم على بيت مال المسلمين. عمر بن الخطاب وكاتب أبي موسى الأشعري: وقد أنكر ذلك من السلف عمر بن الخطاب t. فإن عمر كان قد ولى أبا موسى الأشعري على البصرة فجاء إليه فقال: اكتب لي الحساب. فانطلق فكتب: أنفقت في كذا كذا ثم جاء به إلى عمر r. فلما رآه أعجبه. قال: من كتب لك هذا؟ قال: كاتب لي. قال: فادعه حتى يقرأ كتبا جاءتنا من الشام. فقال: يا أمير المؤمنين لا يدخل المسجد. فقال: لم أجنب هو؟ قال: لا ولكنه نصراني. قال: فضرب عمر فخذي ضربة كاد يكسرها، ثم قال: أما سمعت الله تعالى يقول: يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعض. أفلا اتخذت كاتبا حنيفا يكتب لك؟ قال يا أمير المؤمنين، مالي وله، له دينه ولي كتابته. فقال عمر r لا نأمنهم إذ خونهم الله ولا نكرمهم إذ أهانهم الله ولا ندنيهم إذ أقصاهم الله. ويروى أن خالد بن الوليد كتب إلى عمر بن الخطاب أن بالشام كاتبا لا يصلح خراج الشام إلا به. فكتب إليه: لا تستعمله. فراجعه وأخبر أنه لا يستغني عنه. فكتب إليه ينهاه عن استعماله. فعاوده وذكر أن المال يضيع إذا لم نستعمله، فكتب إليه عمر: مات النصراني والسلام. يريد بذلك أنه لو مات لكنت تستغني عنه، فقدر موته. … وكتب عمر بن عبد العزيز إلى عماله: ألا تولوا على أعمالنا إلا أهل القرآن. فكتبوا إليه: إنا وجدنا فيهم خيانة. فكتب إليهم: إن لم يكن في أهل القرآن خير فأجدر ألا يكون في غيرهم خير. الاستعانة بأهل الذمة في القتال. وعن ابن عباس أن النبي r استعان بيهود بني قينقاع ورضخ لهم واستعان بصفوان بن أمية في قتال هوزان يوم حنين أخرجه الحازمي. فإن صح هذا فيكون تألفا لقلب من علم منه حسن رأي في الإسلام وليس في قتالهم معه r نوع ولاية ولا استئمان لهم، بخلاف استكتابهم لا يجوز لما فيه من استئمانهم وقد خونهم الله. موقف الأئمة منه. قال الشافعي وآخرون: إن كان الكافر حسن الرأي بالمسلمين ودعت حاجة إلى الإستعانة به استعين به وإلا فيكره، وحمل الحديثين على هذين الحالتين. وقال مالك وأحمد وداود الظاهري: لا يستعان بهم ولا يعانون على الإطلاق، واستثنى مالك فقال: إلا أن يكونوا خدما للمسلمين، فيجوز. وقال أبو حنيفة t: يستعان بهم ويعاونون على الإطلاق. والشافعي إنما يجوز الاستعانة بهم في الحرب إذا أمنت خيانتهم ويكونون بحيث لو انضمت فرقتا الكفر لقدر المسلمون على مقاومة الفرقتين. وبهذا يظهر لك تحريم استعمالهم على بيت المال، لأن خيانتهم فيه لا تؤمن وهي ولاية يشترط فيها الأمانة، والله تعالى قد شهد عليهم بالخيانة، فكيف يجوز استعمالهم عمالا على بيوت الله تعالى واستئمانهم عليها؟ وهل ذلك إلا بمثابة من دفع السيف إلى قاتله وأجهز على نفسه وأعان العدو على هلاكه؟
-          Qurrat al-‘Ayn 199
إِنَّ بِلَادَكُمُ اسْتَقَلَّتْ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَكِنْ لَا يَزَالُ فِيْهَا الْكَثِيْرُ مِنَ الْكُفَّارِ وَأَكْثَرُ أَهْلِهَا مُسْلِمُوْنَ وَلَكِنِ الْحُكُوْمَةُ اعْتَبَرَتْ جَمِيْعَ أَهْلِهَا مُسْلِمُهُمْ وَكَافِرُهُمْ عَلَى السَّوَاءِ وَقُلْتُمْ إِنَّ شُرُوْطَ الذِّمَّةِ الْمُعْتَبَرَةِ أَكْثَرُهَا مَفْقُوْدَةٌ مِنَ الْكَافِرِيْنَ، فَهَلْ يُعْتَبَرُ ذِمِّيِّيْنَ أَوْ حَرْبِيِّيْنَ؟ وَهَلْ لَنَا نَتَعَرَّضُ لِإِيْذَائِهِمْ أَذًى ظَاهِرًا إِلَى أَخِرِ السُّؤَالِ؟ فَاعْلَمْ أَنَّ الْكُفَّارَ الْمَوْجُوْدِيْنَ فِيْ بِلَادِكُمْ وَفِيْ بِلَادِ غَيْرِكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الْمُسْلِمِيْنَ كاَلْبَاكِسْتَانِ وَالْهِنْدِ وَالشَّامِ وَالْعِرَاقِ وَالسُّوْدَانِ وَالْمَغْرِبِ وَغَيْرِهَا لَيْسُوْا ذِمِّيِّيْنَ وَلَا مُعَاهَدِيْنَ وَلَا مُسْتَأْمَنِيْنَ بَلْ حَرْبِيُّوْنَ حِرَابَةً مَحْضَةً … لَكِنِ التَّصَدَّى لِإِيْذَائِهِمْ أَذًى ظَاهِرًا كَمَا ذَكَرْتُمْ فِي السُّؤَالِ يُنْظَرُ فِيْهِ إِلَى قَاعِدَةِ جَلْبِ الْمَصَالِحِ وَدَرْءِ الْمَفَاسِدِ وَيُرجَّحُ دَرْءُ الْمَفَاسِدِ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ وَلَاسِيَّمَا وَأَحَادُ النَّاسِ وَأَفْرَادُهُمْ لَيْسَ فِيْ مُسْتَطَاعِهِمْ ذَلِكَ كَمَا هُوَ الْوَاقِعُ وَالْمُشَاهَدُ اهـ
-          Al-Tibr al-Masbuk Fi Nashihat al-Muluk Lil Ghazali 1/16-17
إعلم وتيقّن أن الله سبحانه وتعالى اختار من بني آدم طائفتين وهم الأنبياء عليهم الصلاة والسلام ليبينوا للعباد على عبادته الدليل، ويوضحوا لهم إلى معرفته السبيل، واختار الملوك لفظ العباد من اعتداء بعضهم على بعض، وملكهم أزمة الإبرام والنقض، فربط بهم مصالح خلقه في معايشهم بحكمته، وأحَلّهم أشرف محل بقدرته، كما يسمع في الأخبار السلطان ظل الله في أرضه …   والسلطان العادل من عدل بين العباد، وحذر من الجور والفساد، والسلطان الظالم شؤم لا يبقى ملكه ولا يدوم، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (الملك يبقى مع الكفر ولا يبقى مع الظلم) . وفي التواريخ أن المجوس ملكوا العالم أربعة آلاف سنة وكانت المملكة فيهم وإنما دامت المملكة بعدلهم في الرعية، وحفظهم بالسوية، وإنهم ما كانوا يرون الظلم والجور في دينهم وملتهم جائز وعمروا بعدلهم البلاد، وأنصفوا العباد. وقد جاء في الخبر أن الله جلّ ذكره أوحى إلى داود عليه السلام أن آنْهِ قومك عن سب ملوك العجم فإنهم عمروا الدنيا وأوطنوها عبادي. فينبغي أن تعلم أن عمارة الدنيا وخرابها من الملوك فإذا كان السلطان عادلاً عمرت الدنيا وأمنت الرعايا كما كانت عليه في عهد أزدشير وأفريدون وبهرام كور وكسرى أنو شروان. وإذا كان السلطان جائراً خربت الدنيا كما كانت في عهد الضحاك وافراسيان وبرزدكنها الخاطىء وأمثال هؤلاء … وكان الملك في ذلك الزمان كسرى أنو شروان. وهو الذي فاق ملوك إيران، بعدله ونصفته، وتدبيره وسياسته، وذلك جميعه ببركات نبينا محمد صلى الله عليه وسلم، لأنه ولد في زمانه، ووجد في أوانه. وعاش أنو شروان بعد مولده صلى الله عليه وسلم سنتين، والنبي صلى الله عليه وسلم افتخر بأيامه فقال: ولدت في زمن الملك العادل كسرى. والإسم الجيد خير الأشياء. والملوك الذين كانوا قبله كانت همتهم في عمارة الدنيا والعدل بين الرعية وحفظ الجسم بالسياسة وحسن الإنالة وآثار عمارتهم التي أثروها إلى اليوم ظاهرة في العالم وكل بلد يعرف بإسم ملكه لأنهم عمروا المواضع، وبنوا الضياع والمزارع، واستخرجوا القنوات والمصانع واظهروا ما كان خافياً من مياه العيون وجميع ما ذكرناه كان أنو شروان يعمره بعدله وإنصافه، مع تجنبه الإسراف في عفافه.
واعلم: أن أولئك الملوك القدماء همتهم واجتهادهم في عمارة ولاياتهم بعدهم. روي أنه كلما كانت الولاية أعمر، كانت الرعية أوفى وأشكر. وكانوا يعلمون أن الذي قالته العلماء، ونطقت به الحكماء، صحيح لا ريب فيه وهو قولهم: إن الدين بالملك، والملك بالجند، والجند بالمال والمال بعمارة البلاد، وعمارة البلاد بالعدل في العباد. فما كانوا يوافقون أحداً على الجور والظلم، ولا يرضون لحشمهم بالخرق والغشم، علماً منهم أن الرعية لا تثبت على الجور وأن الأماكن تخرب إذا استولى عليها الظالمون، ويتفرق أهل الولايات ويهربون في ولايات غيرها ويقع النقص في الملك ويقل في البلاد الدخل وتخلو الخزائن من الأموال ويتكدر عيش الرعايا لأنهم لا يحبون جائراً، ولا يزال دعاؤهم عليه متواتراً، فلا يتمتع بمملكته، وتسرع إليه دواعي هلكته
نكتة: الدين والملك توأمان مثل أخوين ولدا من بطن واحد فيجب أن يهتم ويجتنب الهوى، والبدعة والمنكر والشبهة وكل ما يرجع بنقصان الشرع وإن علم أن في ولايته من يتهم بدينه ومذهبه أمر بإحضاره وتهديده، وزجره ووعيده، فإن تاب، وإلا أوقع عليه العقاب، ونفاه عن ولايته ليطهر الولاية من إغوائه وبدعته، وتخلو من أهل الأهواء.
-          Mafatih al-Ghayb 18/61
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ. (هود: 117).
اعلم أنه تعالى بين أنه ما أهلك أهل القرى إلا بظلم وفيه وجوه. الوجه الأول: أن المراد من الظلم ههنا الشرك. قال تعالى: إِنَّ الشّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان: 13). والمعنى أنه تعالى لا يهلك أهل القرى بمجرد كونهم مشركين إذا كانوا مصلحين في المعاملات فيما بينهم. والحاصل أن عذاب الاستئصال لا ينزل لأجل كون القوم معتقدين للشرك والكفر بل إنما ينزل ذلك العذاب إذا أساؤا في المعاملات وسعوا في الإيذاء والظلم ولهذا قال الفقهاء إن حقوق الله تعالى مبناها على المسامحة والمساهلة وحقوق العباد مبناها على الضيق والشح ويقال في الأثر الملك يبقى مع الكفر ولا يبقى مع الظلم فمعنى الآية وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ أي لا يهلكهم بمجرد شركهم إذا كانوا مصلحين يعامل بعضهم بعضاً على الصلاح والسداد وهذا تأويل أهل السنة لهذه الآية. قالوا: والدليل عليه، أن قوم نوح وهود وصالح ولوط وشعيب إنما نزل عليهم عذاب الاستئصال لما حكى الله تعالى عنهم من إيذاء الناس وظلم الخلق.
-          Mafatih al-Ghayb 8/10-11

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللهِ الْمَصِيرُ. (آل عمران: 28)
واعلم أن كون المؤمن مواليًا للكافر يحتمل ثلاثة أوجه. أحدها: أن يكون راضيًا بكفره ويتولاه لأجله، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوِّبًا له في ذلك الدين وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر، فيستحيل أن يبقى مؤمنًا مع كونه بهذه الصفة. فإن قيل أليس أنه تعالى قال: وَمَن يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيء؟ وهذا لا يوجب الكفر فلا يكون داخلًا تحت هذه الآية. لأنه تعالى قال: ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ، فلا بد وأن يكون خطابًا في شيء يبقى المؤمن معه مؤمناً. وثانيها: المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع منه. والقسم الثالث: وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة والمظاهرة والنصرة إما بسبب القرابة أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه، وذلك يخرجه عن الإسلام.

إذا كنتم ثلاثة فأمروا أحدكم
تغير الفتوى و اختلافها بحسب تغير الأزمنة و الأمكنة و الأحوال و النيات و العوائد
بعثت بالحنيفية السمحة
قال ابن المنذر: “أجمع كل من يحفظ عنه من أهل العلم أن الكافر لا ولاية له على مسلم بحال
و قال القاضي عياض: “أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر، و على أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
-          Siraj al-Muluk li al-Tarablisi 1/41-43
العدل ينقسم قسمين: قسم إلهي جاءت به الأنبياء والرسل عليهم السلام عن الله تعالى، والثاني ما يشبه العدل والسياسة الإصلاحية التي هرم عليها الكبير ونشأ عليها الصغير، وبعيد أن يبقى سلطان أو تستقيم رعيته في حال إيمان أو كفر بلا عدل قائم ولا ترتيب للأمور ثابت، فذلك مما لا يمكن ولا يجوز. وقد ذكرنا في أول الكتاب أن سليمان بن داود سلب ملكه حين جلي الخصمان بين يديه، وكان لأحدهما خاصة بسليمان فقال في نفسه: وددت أن يكون الحق لخاصتي فأقضي له، فسلبه الله تعالى ملكه وقعد الشيطان على كرسيه. فاجعل العدل سياستك تسقط عنك جميع الآفات المفسدة للسياسة، وتقوم لك جميع الشرائط التي تقوم بها للمملكة. قال علي بن أبي طالب رضي الله عنه: إمام عادل خير من مطر وابل، وأسد حطوم خير من سلطان ظلوم، وسلطان ظلوم خير من فتنة تدوم. … وأما العدل النبوي فأن يجمع السلطان إلى نفسه حملة العلم الذين هم حفاظه ورعاته وفقهاؤه، وهم الأدلاء على الله والقائمون بأمر الله، والحافظون لحدود الله والناصحون لعباد الله. وروى أبو هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن الدين النصيحة! إن الدين النصيحة! إن الدين النصيحة! قالوا: لمن يا رسول الله؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم. … وأما القسم الثاني من العدل وهو السياسة الاصطلاحية، وإن كان أصلها على الجور فيقوم بها أمر الدنيا، وكأنها تشاكل مراتب الإنصاف على نحو ما كانت عليه ملوك الطوائف في أيام الفرس. وكانوا كفاراً بالله تعالى يعبدون النيران ويتبعون هواجس الشيطان، فتواضعوا بينهم سنناً وأسسوا لهم أحكاماً، وأقاموا لهم مراتب في النصفة بين الرعايا واستجباء الخراجات، وتوظيف المكوس على التجار. كل ذلك بعقولهم على وجوه ما أنزل الله بها من سلطان ولا نصب عليها من برهان. بيد أنه لما جاءت الشريعة من عند الله تعالى على لسان نبيه صاحب المعجزة محمد r، فمنها ما أقرته في نصابه، ومنها نسخته وأبطلت حكمه. فعادت الحكمة البالغة أمر الله تعالى والحكم بما أنزل الله وبطل ما سواه. وكان ملكهم محفوظاً برعايتهم للقوانين المألوفة بينهم، فانقطع بذلك حبل الهمل، فكانوا يقيمون بها واجب الحقوق ويتعاطون بها ما لهم وعليهم. وعن هذا كان يقال: إن السلطان الكافر الحافظ لشرائط السياسة الاصطلاحية أبقى وأقوى من السلطان المؤمن العدل في نفسه المضيع للسياسة النبوية العدلية، والجور المرتب أبقى من العدل المهمل. إذ لا شيء أصلح للسلطان من ترتيب الأمور ولا شيء أفسد له من إهمالها.
-          Khawasyi al-Syarwani 9/72-73
وَقَالَ ع ش بَعْدَ نَقْلِ مَا ذُكِرَ عَنْ الزِّيَادِيِّ: أَقُولُ وَكَذَا يَحْرُمُ نَصْبُهُ فِي شَيْءٍ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ. نَعَمْ، إِنْ اقْتَضَتِ الْمَصْلَحَةُ تَوْلِيَتَهُ فِي شَيْءٍ لَا يَقُومُ بِهِ غَيْرُهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَوْ ظَهَرَ فِيمَنْ يَقُومُ بِهِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خِيَانَةٌ وَأُمِنَتْ فِي ذِمِّيٍّ وَلَوْ لِخَوْفِهِ مِنِ الْحَاكِمِ مَثَلًا، فَلَا يَبْعُدُ جَوَازُ تَوْلِيَتِهِ فِيهِ لِضَرُورَةِ الْقِيَامِ بِمَصْلَحَةِ مَا وُلِّيَ فِيهِ. وَمَعَ ذَلِكَ يَجِبُ عَلَى مَنْ يُنَصِّبُهُ مُرَاقَبَتُهُ وَمَنْعُهُ مِنَ التَّعَرُّضِ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِمَا فِيهِ اسْتِعْلَاءٌ عَلَى الْمُسْلِمِينَ اه
-          Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an 6/46
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة: 2)
الثالثة عشرة قوله تعالى: وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى. قال الأخفش: هو مقطوع من أول الكلام، وهو أمر لجميع الخلق بالتعاون على البر والتقوى؛ أي ليعن بعضكم بعضا ، وتحاثوا على ما أمر الله تعالى وأعملوا به، وانتهوا عما نهى الله عنه وامتنعوا منه … ويجب الإعراض عن المتعدي وترك النصرة له ورده عما هو عليه.
-          Bariqah Mahmudiyah Fi Syarh Thariqah Muhammadiyah Wa Syariah Nabawiyah 5/198
(التَّاسِعُ وَالْخَمْسُونَ) (الدَّلَالَةُ) بِاللِّسَانِ (عَلَى الطَّرِيقِ وَنَحْوِهِ لِمَنْ يُرِيدُ الْمَعْصِيَةَ) (فَإِنَّهَا لَا تَجُوزُ) لِأَنَّ لِلْوَسَائِلِ حُكْمَ الْمَقَاصِدِ وَأَنَّ مَا يُفْضِي إلَى الْمَعْصِيَةِ مَعْصِيَةٌ (لِأَنَّهَا إعَانَةٌ عَلَى الْمَعْصِيَةِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. قِيلَ هُنَا خَبَرُ الدَّيْلَمِيِّ: الظَّلَمَةُ وَأَعْوَانُهُمْ فِي النَّارِ. (وَفِي الْخُلَاصَةِ) (ذِمِّيٌّ سَأَلَ مُسْلِمًا عَنْ طَرِيقِ الْبَيْعَةِ) (لَا يَنْبَغِي لَهُ) أَيْ لَا يَجُوزُ (أَنْ يَدُلَّهُ عَلَيْهَا انْتَهَى) لَكِنْ قَالُوا لَا ضَمَانَ بِالدَّلَالَةِ وَإِنْ قَالُوا بِهِ بِالْغَمْزِ وَالسِّعَايَةُ فِيهِ إشَارَةٌ إلَى أَنَّ طَاعَةَ الْكَافِرِ مَعْصِيَةٌ.
-          Qawaid al-Ahkam Fi Mashalih al-Anam 1/133
ولحقوق بعض المكلفين على بعض أمثلة كثيرة: منها التسليم عند القدوم، وتشميت العاطس، وعيادة المرضى، ومنها الإعانة على البر والتقوى وعلى كل مباح، ومنها ما يجب على الإنسان من حقوق المعاملات، ومنها الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر؛ لأن الأمر بالمعروف سعي في جلب مصالح المأمور به، والنهي عن المنكر، سعي في درء مفاسد المنهى عنه، وهذا هو النصح لكل مسلم، وقد بايع صلى الله عليه وسلم على النصح لكل مسلم.
-          Al-Maidah 51
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
-          Al-Maidah 57
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ. وَاتَّقُوا اللهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
-          Ali Imran 28:
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
-          An-Nisaa 141
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
-          Mumtahanan 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء

-          Hadits Riwayat Imam Muslim
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم دَفَعَ إِلَى يَهُوْدِ خَيْبَرَ نَخْلَ خَيْبَرَ وَأَرْضَهَا ، عَلَى أَنْ يَعْتَمِلُوهَا مِنْ أَمْوَالِهِمْ، وَلَهُمْ شَطْرُ ثَمَرِهَا. رواه مسلم

0 comments
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. EKSPLORIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger