Jangan di Klik

Featured Post Today
print this page
Latest Post

Di Sini Tidak Ada Penyesalan, Yang Ada Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya

Bagi jamaah PETA yang sering atau pernah ke Pondok PETA Tulungagung, sangat familiar dengan tulisan besar di dinding tembok pondok PETA

"DI SINI TIDAK ADA PENYESALAN,
YANG ADA CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA. DISAMPING MENGERTI HAKNYA SEBAGAI HAMBA DAN HAKNYA TERHADAP SESAMA"

Ketika ada seorang Habaib dari Surabaya menanyakan tentang maksud kalimat tersebut, maka Syekh Abdul Djalil Mustaqim menjelaskan dengan perincian berikut :

1. DI SINI TIDAK ADA PENYESALAN
Yang dimaksud DI SINI adalah Di Dunia Ini. Beliau mengatakan bahwa penyesalan yang akan benar benar terjadi adalah besuk ketika DI SANA (Akhirat)
Bahkan ketika jasad seseorang akan dimasukkan ke liang lahat maka ruh orang tersebut akan didatangi "teman-teman" mereka semasa hidup di dunia.
Teman itu adalah amal perbuatan yang mereka lakukan selama hidup di dunia

Amal yang baik akan datang dalam bentuk yang menyenangkan dan berbau harum.

Amal yang buruk akan datang dalam bentuk yang menjijikkan, menakutkan, dan berbau busuk.

Maka pada saat itulah seseorang akan merasakan penyesalan yang sesungguhnya.

Oleh karena itu sebenarnya PENYESALAN DI DUNIA ini adalah semu adanya.

2. YANG ADA CINTA ALLAH DAN RASUL-NYA.
Senyampang kita hidup DI SINI (dunia) kita diajarkan agar kita pergunakan untuk belajar dan berusaha cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Segala bentuk peribadatan yang kita lakukan supaya didasari rasa cinta kepada Allah SWT.

Sedangkan cinta kepada Rasul-Nya dibuktikan dengan mengikuti sunah sunah Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan memperbanyak membaca sholawat atas Beliau SAW.

3. DI SAMPING MENGERTI HAKNYA SEBAGAI HAMBA.
Selain kita berupaya untuk cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, kita juga dituntut mengerti hak kita sebagai hamba Allah SWT.

HAK KITA sebagai hamba Allah SWT adalah :
- MENGABDI (beribadah)
- RIDHO atas ketentuan ketentuan-Nya

4. DAN HAKNYA TERHADAP SESAMA
Hak kita terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya :
- Kita diwajibkan berinteraksi dengan sesama manusia sesuai dengan tuntutan agama
- Kita juga harus mengerti bahwa mereka sebagai hamba Allah juga memiliki hak untuk menapaki garis nasib dan jalan hidup mereka masing-masing

* Copas dari ustad murid
   Dari ustad abd aziz
   Dari yuliana muchtar
   Kiriman nizam azabani

0 comments

Mutiara Hikam Makam Tajrid dan Makam Sebab

ارادتك التجريد مع إقامة الله إياك في الأسباب من السهوة الخفية، وإرادتك الأسباب مع إقامة الله إياك في التجريد انحطاط عن الهمة العالية - ابن عطاء الله

"Keinginganmu untuk bertajrid (meninggalkan urusan duniawi, hanya beribadah) sementara Allah menempatkanmu dalam posisi asbab (mengikuti proses, menyelenggarakan aktifitas dunia seperti bekerja), termasuk syahwat terselubung. Sebaliknya, keinginanmu menempati asbab sementara Allah menempatkanmu dalam posisi tajrid, adalah penurunan dari cita-cita luhur" - Ibn Athaillah.
Dalam maqolah yg kedua ini, seolah-olah Ibn 'Athoillah hendak menyindir kesalahan kita dalam memahami posisi manusia, sebagai abdullah yang hanya beribadah (tajrid), meninggalkan urusan duniawi atau sebagai khalifah yang harus mengikuti serangkaian proses demi terciptanya keselarasan di muka bumi.
Pada satu kesempatan, mengenai maqolah ini, KH. Imron Jamil menjelaskan, kita jangan sampai terjebak dengan mengkonfrontasi dua pilihan posisi ini, tajrid dan asbab. Kita tidak perlu terjebak dengan mempertanyakan manakah yang lebih utama antara tajrid dan asbab? Karena dua posisi ini merupakan fasilitas yang disediakan Allah yang sama baiknya untuk mendekatkan diri pada-Nya, tentu saja sesuai dengan waktunya dan pada posisi apa Tuhan menempatkan kita.
Sebenarnya, yang hendak dikritik oleh Ibn 'Athoillah dalam maqolah ini adalah munculnya keinginan untuk menempati satu posisi. Keinginan-keinginan inilah yang sering tanpa disadari menjadi tunggangan kepentingan pribadi, sehingga menghilangkan adab tata krama terhadap Tuhan. Munculnya keinginan yang bertolak belakang dengan pilihan yang sudah ditentukan Tuhan, menyebabkan kita terjatuh pada syahwat khofy atau penurunan dari himmah yang luhur. Sebab, bagaimanapun juga, pilihan Tuhan tentu lebih baik dari pada keinginan kita dalam memilih satu posisi tertentu.
Ketika Tuhan menempatkan seseorang pada maqom asbab, yakni mengikuti proses, menjalankan mekanisme duniawi, sementara orang tersebut justru memaksakan diri untuk bertajrid - mengesampingkan urusan duniawi -, maka sebenarnya yang demikian ini termasuk bagian dari syahwat yang terselubung. Mengenai hal ini, KH. Imron Jamil mengilustrasikan, ketika seorang abdi ndalem diberi tugas sang majikan
menggarap sawah, namun ia justru meninggalkannya dengan harapan agar bisa bercengkrama dengan sang majikan, karena anggapan kalau ia bisa bercengkrama dengan sang majikan maka hubungannya dengan majikan akan lebih dekat. Tentu saja keinginannya itu termasuk ke-lancang-an pada majikan.
Sementara itu, ketika Tuhan memposisikan seseorang pada maqom tajrid, meninggalkan urusan duniawi, namun ia malah berkeinginan untuk asbab, bergelut dengan duniawi, maka hal ini menyebabkan ia terperosok dari himmah mulia. Sebagaimana ketika seorang abdi dipanggil sang majikan untuk diajak bercengkrama, tapi ia malah menghindar demi mengerjakan urusan yang sebenarnya tidak perlu ia kerjakan. Tentu saja, ini berarti ia telah menyia-nyiakan kesempatan istimewa untuk berdekatan dengan sang majikan.
Oleh karena itu, keinginan-keinginan yang muncul itu hendaknya direduksi semaksimal mungkin, untuk lebih bisa memahami dimanakah posisi kita, lantas menjalankan tugas-tugas yang menjadi konsekwensi logis dari posisi itu. KH. Imron Jamil menjelaskan, ada dua cara untuk memahami posisi apa yang harus kita jalankan.
1) Dengan memahami ayat-ayat syar'i, seperti yang terdapat dalam surat al-jum'ah, perintah untuk bertahajjud di malam hari, dll.
2) Dengan memahami serangkaian peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Terkait dengan keinginan, saya jadi teringat salah satu lirik yang dibawakan oleh musisi kondang tanah air, iwan fals, "keinginan adalah sumber penderitaan".

wallahu a'lam
semoga kita diberi kemampuan untuk memahami dimana posisi kita. Aamiin

0 comments

Adab Murid Kepada Gurunya

*SETETES EMBUN PAGI*

Al Imam Ali bin Hasan al Aththas mngatakan:

ﺍﻥ ﺍﻟﻤﺤﺼﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﺍﻟﻨﻮﺭ ﺍﻋﻨﻲ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﻠﺤﺠﺐ، ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻻﺩﺏ ﻣﻊ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻭﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺒﺮ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﻋﻨﺪﻙ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻚ ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻤﻘﺪﺍﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻚ

Memperoleh ilmu, futuh & cahaya (maksudnya terbukanya hijab² batinnya), adalah sesuai kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu".
(al Manhaj as Sawiy 217)
Imam Nawawi ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanan & berdoa, "Ya Allah, tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tdak melihat kekurangannya dan tidak seorangpun yang menyampaikan kekurangan guruku kepadaku".
(Lawaqih al Anwaar al Qudsiyyah 155).
Dalam kitab At Tahdzibnya, Beliau juga pernah menyampaikan:

ﻋﻘﻮﻕ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﺗﻤﺤﻮﻩ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﻋﻘﻮﻕ ﺍﻻﺳﺘﺎﺫﻳﻦ ﻻ ﻳﻤﺤﻮﻩ ﺷﻲﺀ ﺍﻟﺒﺘﺔ
.

Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada ustadzmu tidak ada satupun yg dapat menghapusnya.
Habib Abdullah al Haddad berkata :
"Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali".
(Adaab Suluk al Murid 54)
Seorang murid sedang menyapu madrasah gurunya, tiba-tiba datang Nabi Khidir as. Murid itu tidak sedikitpun menoleh dan mengajak bicara nabi Khidhir. Maka nabi Khidhir berkata, " Tidakkah kau mengenalku ?.
Murid itu menjawab, "ya aku mengenalmu, engkau adalah Abul Abbas al Khidhir ".
Nabi Khidhir, " kenapa kamu tidak meminta sesuatu dariku ?".
Murid itu menjawab, " Guruku sudah cukup bagiku, tidak tersisa satupun hajat kepadamu ". (Kalam al Habib Idrus al Habsyi: 78)
Al Habib Abdullah al Haddad berkata, " Tidak sepatutnya bagi penuntut ilmu mengatakan pada gurunya, " perintahkan aku ini, berikan aku ini...!", karena itu sama saja menuntut untuk dirinya. Tapi sebaiknya dia seperti mayat di hadapan orang yang memandikannya". (Ghoyah al Qashd wa al Murad 2/177)
Para ulama ahli hikmah mengatakan,
"Barangsiapa yang mengatakan "kenapa?" Kepada gurunya, maka dia tidak akan bahagia selamanya"
(Al Fataawa al Hadiitsiyyah 56)
Para ulama hakikat mengatakan," 70% ilmu itu diperoleh sebab kuatnya hubungan (bathin, adab dan baik sangka) antara murid dengan gurunya".

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين

0 comments
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. EKSPLORIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger